Kamis, 17 September 2009

makalah hukum pres

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar belakang masalah

Setiap negara memiliki sistem persnya sendiri-sendiri dikarenakan perbedaan dalam tujuan, fungsi, dan latar belakang sosial politik yang menyertainya. Akibatnya berbeda dalam tujuan ,fungsi, dan latar belakang munculnya pers dan tentunya pula berbeda dalam mengakulturasikannya. Nilai, filsafat hidup dan ideologi suatu negara juga telah berperan besar dalam mempengaruhi sebuah pers.ini juga berarti bahwa sistem yang dikembangkan berbeda termasuk di dalamnya sistem persnya. Erat kaitannya dengan itu, pola hubungan segi tiga antara pemerintah, pers dan masyarakat juga berbeda.
Fred siebert, Wilbur schramm dan Theodore Peterson dalam bukunya four theories of the press (1963) mengamati setidak-tidaknya ada empat kelompok besar teori (sistem) pers yakni sistem pers otoriter (authoritarian) ,sistem pers liberal (libertarian) ,sistem pers komunis (Marxist) dan sistem per -tanggung jawab masyarakat (social responsibility).
Teori atau sistem pers otoriter dikenal sebagai sistem tertua, yang lahir sekitar abad 15-16 pada masa pemerintahan absolute.pers dalam sistem ini berfungsi sebagai penunjang negara untuk memajukan rakyat.pemerintah menguasai sekaligus mengawasi media.berbagai kejadian yang akan di berikan dikontrol pemerintah karena kekuasan sangat mutlak.negara adalah pusat kegiatan. Oleh karena itu,individu tidak penting adalah negara sebagai tujuan akhir individu.pemerintahan musolini dan adolf hitler adalah dua penguasa yang mewarisi sistem pers otoriter
Sistem pers liberal (libertarian) berkembang pada abad 17-18 sebagai akibat munculnya revolusi industri dan adanya tuntutan kebebasan pemikiran di negara barat yang sering disebut aufklarung (pencerahan). Esensi dasar sistem ini memandang manusia mempunyai hak asai dan meyakini bahwa manusia akan bisa mengembangkan pemikiranya secara baik jika di beri kebebasan.manusia di lahirkan menjadi mahluk bebas yang dikendalikan akal dan bisa mengatur sekelilingnya untuk tujuan yang mulia.kebebasan adalah hal yang utama dalam mewujudkan esensi dasar itu, sedangkan kontrol pemerintah dipandang sebagai manifestasi kebebasan “pemerkosan” kebebasan berpikir. Oleh karena itu pers harus di beri tempat yang sebebas-bebasnya untuk mencari kebenaran. Kebenaran akan di peroleh jika pers di beri kebebasan sehingga kebebasan pers menjadi tolak ukur dihormatinya hak bebas yang dimiliki manusia.
Sistem pers komunis (juga sering disebut sistem pers “totaliter soviet atau “pers komunis soviet) berkembang karena munculnya negara komunis uni soviet pada abad 20. Sistem ini di pengaruhi pemikiran marx tentang perubahan sosial yang di awali oleh dialektika Hegel. Pers dalam sistem ini merupakan alat pemerintah atau partai dan menjadi bagian integral negara .pers menjadi alat atau organ partai yang berkuasa( partai komunis uni soviet/PKUS). Dengan demikian segala sesuatu di tentukan oleh negara (partai). Kritik diizinkan sejauh tidak bertentangan dengan ideologi partai yang ditentukan oleh pemimpin partai PKUS.
Sistem pers tanggung jawab sosial (social responsibility) muncul pada abad ke 20 pula sebagai protes terhadap kebebasan mutlak dari liberal yang mengakibatkan kemerosotan moral masyarakat. Dasar pemikiran sistem ini adalah sebebas-bebasnya pers harus bisa bertanggung jawab kepada masyarakat tentang apa yang di aktualisasikan. Menurut Peterson kebebasan pers harus di ikuti kewajiban untuk bertanggung jawab kepada masyarakat guna melaksanakan tugas pokok yang dibebankan kepada masyarakat modern selama ini.sistem ini lebih menekankan pada kepentingan umum di banding kepentingan pribadi.
Melihat dari uraian tentang empat teori pers tersebut di atas di manakah posisi sistem pers Indonesia sebelum reformasi (orde baru) dan sesudah reformasi atau setelah adanya UU NO.40 tahun 1999 tentang pers.


B. Perumusan masalah
Dari latar belakang di atas dapat di buat perumusan masalah sebagai berikut ini : sistem pers apakah yang dianut oleh Indonesia pada masa orde- baru dan sesudah reformasi dengan adanya undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers?





BAB II
PEMBAHASAN


A. Sistem pers masa orde baru
Pada masa orde baru pers kita menyandang pelbagai atribut yang menyebabkannya sering terpojok dalam posisi dilematis. Di satu sisi tuntutan masyarakat mengharuskanya memotret realitas sosial sehingga pers berfungsi sebagai alat kontrol.pada posisi lain pers berfungsi sebagai institusi yang tidak lepas dari pemerintah.ini artinya pers mau tidak mau harus mematuhi mekanisme yang menjadi otoritas pemerintah .memnyebabkan pers cenderung tidak vis a vis terhadap pemerintah.kenyatan ini membuat pers kita sulit menentukan pilihan antara kewajiban moral terhadap masyarakat dan keharusan untuk mematuhi aturan pemerintah sebagai konsekuensi logis.
Bagaimanapun juga pers masih mempunyai otonomi,salah satunya kemampuan untuk bertahan hidup ditengah derasnya iklim demokrasi dan himpitan struktur yang harus ditaati. Dalam posisi demikian pers masih bisa berkata dengan posisi sesulit begini,bisa bernafas pun bagi pers masih tetap lumayan. Ini menunjukkan betapa sulit kedudukan pers pada masa orba,meskipun boleh di bilang masih memiliki otonomi relative.
Indikasi masih adanya otonomi relative adalah bermacam peringatan dari pemerintah terhadap pers. Jika dicermati berbagai peringatan pemerintah orde baru tersebut justru muncul karena kepedulian pers pada kepentingan masyarakat. Ini artinya pers yang mendapat peringatan pemerintah sama saja pers mempunyai otonomi, sebab pers berani menentukan pilihannya untuk berpihak pada masyarakat.
Pembatalan tiga penerbit sekaligus pada 21 juni1994 (tempo,editor,detik) salah satu di picu oleh semangat pers untuk memelihara otonominya meskipun akhirnya terbentur keperkasaan negara. Tidak bisa dipungkiri dominasi pemerintah pernah sangat kuat dalam kehidupan pers pada rezim orde baru. Hukum di jadikan alat legitimasi pemerintah orba untuk mengawasi pers. Kita bisa lihat misalnya surat izin penerbitan pers (SIUPP).jelas bahwa UU pokok pers pernah mengatur dan menjamin penerbitan,namun justru SIUPP (permenpen No.01/per/menpen 1984) menjadikan alat membatasi kebebasan. Aneh lagi SIUPP yang kedudukan hukumnya lebih rendah dibandingkan undang-undang justru menjadi alat legitimasi.
Aturan SIUPP yang mengatur pembatalann ada pada pasal 33. Dalam pasl 33 ayat (h) di sebutkan menurut penilaian dewan pers sebagai mana di maksud dalam pasal 9 peraturan ini, perusahan /penerbitan pers dan penerbit pers yang bersangkutan dalam penyelenggaran penerbitannya tidak lagi mencerminkan kehidupan pers yang sehat, bebas dan bertanggung jawab.
Selama pemberlakuan SIUPP departemen penerangan selalu mengambil langkah paling depan dalam “menerbitkan” pers .bahkan secara sepihak di putuskan secara like and dislike(suka tidak suka). Apalagi tingkah laku tersebut di legitimasi karena sudah mendapat persetujuan dewan pers (DP). Padahal seperti diketahui dewan pers di jabat mentri penerangan apakah ketua dewan pers menasehati mentri penerangan ? bisa jadi artinya pemutusan pembatalan SIUPP hanya atas inisiatif mentri penerangan.
Menurut ahli hukum pers Oemar seno aji menegaskan SIUPP tidakdapat di gunakan sebaga suatu sarana untuk menjatuhkan pembredelan terhadap pers. SIUPP berlainan dengan SIT(surat ijin terbit). Bahkan secara formal maupun substansial, SIUPP bukankah alternative ataupun pengganti SIT.SIUPP merupakan alat ekonomis yang tidak boleh berhubungan dengan kebebasan untuk menyatan pendapat atau pemikiran melaui pers.
Oemar seno aji menyatakan pers bebas dan betanggung jawab yang dianut di Indonesia secara yuridis menegaskan adanya larangan prevensi dari pemerintah.yang berupa larangan sensor, larangan pembredelan dan tak perlu adanya SIT. Inti pers terletak pada ke tiga hal itu tadi.SIUPPmempunyai lapangan yang berlainan dengan SIT dan tak dapat digunakan untuk menjatuhkan pembredelan terhadap pers.SIUPP mestinya dicabut hanya mengenai perusahannya,bukan di dasarkan atas materi atau isi dari media massa.
Secar yuridis sitem pers pada masa orde baru menganut sistem pers bebas dan bertanggung jawab yuridis tetapi dalam peksanaanya sistem per yang di terapkan oleh orde baru justru mendekati sitem pers pers ototiter di mana negara dalm hal ini mentri penerangan sebagai kepanjangan tangan pemerintah di berikan kekuasan secara mutlak untul melakukan pengawasan terhadap pers .melaui SIUPP menti penerangan yang menjabat juga sebagai ketua dewan pers dapat mencacut izin suatu perusahan pers yang di anggap berseberangan dengan pemerintah. hal ini yang di alami oleh Tempo, Editor,dan Detik yang dibredel oleh pemerintah karena telah memberitakan mengenai pembelian kapal perang dari jerman timur yang di lakukan oleh B.J Habibi yang waktu itu menjabat sebagai mentri riset dan teknologi pada rezim orde baru .
B. Sistem pers sesudah reformasi
Reformasi yang terjadi di Indonesia di nilai sebagai tonggak awal kebebasan pers di Indonesia.karena sebelum terjadi reformasi kebebasan pers sangat di batasi dengan adanya camputangan pemerintah.kebebasan pers di masa reformasi pertama ,di tandai dengan penghapusan SIUPP oleh pemerintahan presiden Habibie. Pemerintah menganggap SIUPP sudah tidak zamanya lagi dan sangat”memperkosa HAM”.lewat mentri Yunus Yosfiah SIUPP di cabut. Dengan demikian pengurusan untuk mendirikan perusahan pers tidak lagi bertele –tele melewati birokrasi yang sangat rumit belum lagi kalau ada konsensi pada pemerintah.kedua,di terbitkanya undang-undang nomor 40 tahun 1999.undang-undang pers tersebut memberikan kemerdekan kepada pers nasional dalam melakukan pemberitaan.
UU No.40 tahun 1999 tentang pers memberikan jaminan bahwa untuk pers nasional tidak dikenakan penyensoran,pembredelan atau pelarangan penyiaran pada pasal 4 ayat (2). Ketiga hal tersebut yang selama masa orde baru selalu menjadi penghalang bagi pers dalam melakukan pemberitaan. Selain itu untuk menjamin kemerdekan pers ,pers nasional mempunyai hak mencari,memperluas dan menyebar luaskan gagasan dan informasi pada pasal 4 ayat (3). Kemerdekan pers nasional tersebut di lindungi oleh ketentuan pidan pada pasal 18 UU No.40 tahun 1999 tentang pers pada ayat (1) berbunyi :setiap orang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindak pidana yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanan ketentuan pasal 4 ayat(2) dan ayat(3) di pidana dengan pidana penjara 2 tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000.00( lima ratus juta rupiah).
Ketiga, kebebasan pers ditandai dengan menghapus departemen penerangan.secara structural lembaga SIUPP memang sudah tidak ada lagi namun bayangan adanya otoritarianisme terhadap pers masih terbuka di depan mata. Kekhawatiran tersebut beralasan sebab Deppen lembaga yang disponsori pemerintah sebagai “kepanjangan tangan “ pemrintah bisa akan “mengeluarkan taringnya” sewaktu-waktu ketika angin kebebasan yang di hembuskan tidak berpihak lagi kepadanya.
Realita sosial bahwa selama ini peringatan sampai pembatalan SIUPP pers ada hubunganya dengan lembaga tersebut, selama pemberlakuan SIUPP Deppen selalu mengambil langkah paling depan dalam “menertibkan” pers. Bahkan secara sepihak si putuskan secara like dislike (suka tidak suka).
Oleh karena itu inisiatif pemerintahan Gus Dur untuk menghapus Deppen patut di sambut dengan gembira.jika kita tinjau alasan yang mendasari pembubaran ini bisa di kemukakan sebagai berikut:pertama,kebebasan pers meskipun SIUPP sudah di hapusakan akan sulit terwujud kalau pemerintah terus ikut campur tangan dalam dunia pers.urusan pers harus di serahkan pada media yang bersangkutan. Mereka lebih tahu apa yang harus di lakuakan dan apa yang tidak harus di lakukan. Ini juga sesuai dengan fakta sejarah bahwa Deppen lebih merupakan representasi penguasa di banding sebagai lembaga independen yang bertugas sebagai fasilitator informasi pemerintah-masyarakat.
Kedua sebagai test case pada kalangan pers.selama ini yang getol memperjuangkan diwujudkanya kebebasan pers adalah kalangan pers sendiri. Jika kebebasan pers sudah di berikan namun pers tidak tidak bisa menjaganya,maka penegakan kebebasn pers selama ini sebenarnya faktor-faktornya adalah pers ,bukan pemerintah.toh kebebasan yang di berikan tidak bisa di jaganya.
Ketiga, menghindari keputusan politis dan perlunya penegakan hukum. Jika per memang pers bermasalah dengan kebebasan persnya, maka segala sesuatu yang berkaitan erat dengan kasus itu sudah selayaknya diproses didepan hukum. Sebab selama ini yang berkembang pada masa orde baru justru sebaliknya. Deppen selalu mengambil keputusan politis (tanpa peringatan terlebih dahulu sepihak, tidak adil) terhadap pers. Bahkan cleaning service yang bekerja pada suatu penerbitan dan tidak tahu apa-apa soal penerbitan akhirnya terkena dampak negatifnya. Ia kehilangan pekerjaan karena kesalahan wartawan. Dengan kata lain kesalahan oleh seseorang dalam sebuah organisasi bukan dengan mengadili wartawan yang bersangkutan, namun organisasinyalah yang dibubarkan. Ide penghapusan deppen sebagai langkah positif untuk menghindari kesalahan serupa. Oleh karena itu melalui keputusan presiden no. 153/1999 dibentuklah badan informasi dan komunikasi nasional.
Sistem pers Indonesia setelah reformasi dengan adanya UU. No. 40 Tahun 1999 tentang pers menganut sistem pers tanggung jawab sosial (social responsibility). Dasar pemikiran dari sistem ini adalah sebebas-bebasnya pers harus bisa bertanggung jawab kepada masyarakat. Seperti yang terdapat dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1). Yang dimaksud dengan “kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara” adalah bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau pengekangan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin. Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai dengan kesadaran akan pentingnya supermasi hukum yang dilakasanakan oeh pengadilan dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam kode etik jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers. Penjelasan Pasal 6 pers nasional mempunyai peranan penting dalam memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan menegembangkan pendapat umum dengan menyampaikan informasi yang tepat, akurat dan benar. Hal ini akan mendorong ditegakkannya keadilan dan kebenaran, serta diwujudkannya supremasi hukum untuk menuju masyarakat yang tertib.
Namun masa eforia kebebasan pers juga tidak menyelesaikan persoalan. Hubungannya dengan pemberitaan yang berkembang kemudian trial by the press (pengadilan oleh pers). Dengan kata lain pers kita cenderung “mengadili” seseorang bersalah sebelum munculnya keputusan pengadilan. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa kasus contohnya pemberitaan yang berkisar pada mantan presiden soeharto yang masuk dalam kategori ini.
Penekanan pada tanggung jawab sosial dianggap penting untuk menghindari kemungkinan terganggunya ketertiban umum. Kebebasan pers harus disertai kewajiban untuk bertanggungjawab pada masyarakat guna melaksanakan tugas pokok yang dibebankan kepada komunikas masa dalam masyarakat moderen selama ini.

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Pers pada masa orde baru menyandang beberapa atribut yang menyebabkan sering terpojok dalam yang dilematis. Disatu sisi tuntutan masyarakat mengharuskannya memotret realita sosial sehingga pers berfungsi sebagai alat kontrol. Pada posisi lain sebagai institusi yang tidak lepas dari pemerintah pers cenderung tidak vis a vis terhadap pemerintah. Ini artinya pers mau tidak mau harus mematuhi mekanisme yang menjadi otoritas pemerintah. Kenyataan ini menjadikan pers sulit menentukan pilihan antara kewajiban moral terhadap mesyarakat dan keharusan untuk mematuhi aturan pemerintah sebagi konsekuensi logis. Pada masa orde baru menteri penerangan memiliki kewenangan yang sangat besar dalan hal pembatalan penerbitan atau yang lebih dikenal dengan pencabutan SIUPP. Menteri penerangan selain sebagai kepala departemen penerangan, ia juga berposisi sebagai ketua dewan pers sehingga pemutusan pembatalan SIUPP hanya atas inisiatif menpen berdasarkan kriteria like and dislike (suka tidak suka) terhadap suatu media. Sistem pers pada masa orde baru sebenarnya menganut sistem pers tanggung jawab yuridis tetapi kenyataannya melihat besarnya kekuasaan menteri penerangan sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam bidang pers, sistem pers orde baru lebih condong kesistem pers otoriter.
Pada masa reformasi setelah adanya UU. No. 40 Tahun 1999 tentang pers sistem pers yang dianut Indonesia adalah sistem pers tanggung jawab masyarakat. Dimana sistem ini pers walaupun sebebas-bebasnya harus bisa bertanggung jawab kepada masyarakat tentang apa yang diaktualisasikannya. Seperti yang ada dalam penjelasan Pasal 4 kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai dengan kesadaran akan pentingnya supermasi hukum yang dilakasanakan oleh pengadilan dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam kode etik jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers dan didalam penjelasan Pasal 6 pers nasional mempunyai peranan penting dalam memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan menegembangkan pendapat umum dengan menyampaikan informasi yang tepat, akurat dan benar. Hal ini akan mendorong ditegakkannya keadilan dan kebenaran, serta diwujudkannya supremasi hukum untuk menuju masyarakat yang tertib.
B. Saran
Pers dalam negara demokrasi merupakan bagian dari 4 pilar demokrasi selain eksekutif, legislative dan yudikatif tetapi tidak dimungkinkan pilar tersebut bisa rapuh. Oleh karena itu kebebasan pers yang telah diberikan haruslah tetap dengan tanggung jawab dari para insan pers jangan sampai kebebasan itu dijadikan senjata oleh pers untuk kepentingan pers sepihak seperti melakukan trial by press (pengadilan oleh pers) terhadap seseorang yang bersalah tetapi belum ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan kebebasan pers tersebut jangan dijadikan alat komoditas bisnis dalam melakukan pemberitaan oleh pers.

BAHAYA LATEN IMPERIALISME MODERN TERHADAP KEHIDUPAN BANGSA DAN NEGARA

Mungkin sampai dengan saat ini tidak semua rakyat Indonesia dapat mengartikan kata merdeka.bukan karena mereka tidak mengerti arti kata merdeka dalam frame etimologi bahasa,tetapi sampai dengan saat ini mereka masih kesulitan untuk memaknai arti merdeka itu sesungguhnya.bagi rakyat kecil merdeka diartikan sebagai bebas dari penjajahan asing serta bebas dari kemiskinan, kebodohan serta rasa takut. hal itulah yang tidak ditemukan oleh mereka sampai dengan saat ini dan kemerdekaan itu belum bisa dirasakan oleh mereka sepenuhnya.Lihat saja kasus lumpur lapindo,kasus bekas karyawan PT. Dirgantara Indonesia,nasib mereka para pengungasi korban bencana alam di Aceh,Yogyakarta,Nias,Bengkulu,Nusa Tenggara, kasus busunglapar di Papua dan NTT,kasus-kasus penggusuran di Jakarta di mana mereka di gusur tanpa ganti- kerugian yang jelas dengan alasan mereka telah menempati lahan hijau.sementra di sebelah kios mereka berjualan masih berdiri dengan kokoh hotel, perkantoran,Mall milik asing yang jelas-jelas memakan lahan hijau lebih besar dari kios mereka dan tidak ada satu pihak pun yang berani mengusik keberadaan bangunan tersebut.itu baru sedikit potret ketidakadilan yang terjadi di negeri yang katanya sudah merdeka lebih dari 60 tahun.
Sebenarnya sumber segala masalah yang terjadi di negri ini adalah karena sistem birokrasi yang rusak,serta ketergantungan negara kita yang amat parah kepada pihak asing (barat), sehingga kebijakan yang di buat pemerintah selalu di intervensi (di pengaruhi) oleh pihak asing sehingga kebijakan yang di hasilkan seperti tidak berpihak pada rakyat dan hanya menguntungkan para pemilik modal. Seperti Pidato Bung Karno di hadapan peserta Gerakan Non Blok beliau mengatakan : “Negara dunia ke-3 tidak akan pernah merasakan kemerdekaan sepenuhnya selama imperalisme modern masih dibiarkan hidup di muka bumi ini“.Imperalisme modern dapat di artikan sebagai bentuk penjajahan gaya baru yang dilakukan oleh barat dengan mengendalikan perekonokian negara lain. Seperti yang di katakan oleh Jhon Morgentau : “Not by the size of it’s territory, but by the way of economic control” tidak harus melihat sebesar apa suatu negara menguasai wilayah negara lain tetapi cukup dengan melihat sejauh mana negara lain (barat) melakukan kontrol di bidang ekonomi terhadap negara lain(negara dunia ke-3)hal tersebut berbeda dengan imperalisme klasik yang lebih mengutamakan kekuatan militer(fisik) untuk menguasai dan mempertahankan daerah jajahannya.
Imperalisme modern masuk ke Indonesia seiring dengan di bukanya keran investasi asing melalui UU No. 1 Tahun 1967 sebagai regulasi penanaman modal asing di Indonesia.cengkraman imperalisme modern semakin kokoh pada saat Indonesia terkena badai krisis moneter, sebagai “efek domino” krisis ekonomi yang melanda Asia pada tahun 1997, karena krisis tersebut Indonesia menjalin kerja sama ekonomi dengan dana moneter internasional (IMF) untuk memperbaiki sistem perekonomian.Agar memperoleh kucuran dana dari IMF sebesar $ 178 juta dollar Indonesia diharuskan untuk menandatangani “Letter of Intens” dan “Memorandum on Economic and Financial Policies” tercatat 1.300 butir kesepakatan yang harus di tandatangani oleh pemerintah Indonesia. Seperti pemerintah Indonesia tidak boleh menolak segala bentuk yang datang dari Barat baik berupa barang produksi, investasi, maupun budaya, serta paket percepatan ekonomi dari IMF seperti pemerintah Indonesia harus mencabut berbagai subsidi untuk rakyat, melakukan privatisasi BUMN, dan mengucurkan dana obligasi rekap kepada sektor perbankan (BLBI).
Di bidang perekonomian cengkraman imperalisme modern melalui para kapitalis sangatlah kuat. Menurut Efendi Siradjudin pengamat migas 70 % Industri Migas di Indonesia di kuasai oleh Amerika, 20 % di kuasai bersama Inggris, Italy, Jepang, china. sedangkan Indonesia melalui Pertamina hanya menguasai 10 % saja. Selain di bidang migas kapitalisme juga menguasai bidang perekonomian lain dengan privatisasi Semen Kujang, Semen Gresik, Indosat,dan Bank-Bank Milik Negara.Sedangkan beban APBN semakin berat karena setiap tahun APBN harus menganggarkan Rp. 40 – 50 Triliun untuk membayar bunga rekap obligasi, akibat kredit macet para obligor BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) hingga tahun 2021.Dengan beban APBN tersebut maka kesejahteraan rakyatlah yang dikorbankan. Melalui kebijakan penarikan subsidi baik subsidi BBM(bahan bakar minyak) kesehatan, serta pendidikan, yang dalam UUD 1945 merupakan tanggung jawab negara sebagai negara kesejahteraan (welfare staats) untuk memberikan subsidi itu semua.
Pencabutan subsidi merupakan tujuan utama imperalisme modern. dengan pencabutan subsidi harga minyak akan melonjak dan pada saat harga minyak di Indonesia mendekati harga minyak dunia, maka para kapitalis akan membangun pompa-pompa bensin di Indonesia seperti Shell, Repsol, Castrol dll.Seperti yang mulai terjadi di Jakarta, di mana masyarakat lebih memilih pom bensin milik Shell di banding pom bensin milik Pertamina karena di nilai fasilitas dan pelayananya yang lebih baik,Kalau itu sampai terjadi di seluruh wilayah Indonesia maka siap-siap saja nasib Pertamina akan seperti nasib pasar tradisional yang tergilas oleh Supermarket-supermarket milik asing.
Pencabutan subsidi di bidang kesehatan akan berdampak mahalnya biaya kesehatan bagi rakyat,apabila itu terjadi maka tingkat kematian di Indonesia akan tinggi karena rakyat tidak mampu lagi untuk berobat.selain itu para kapitalis akan membangun rumah-rumah sakit di Indonesia,dengan fasilitas yang lebih baik dan budaya inlander rakyat Indonesia yang lebih memilih berobat ke luar negri selama ini akan membuat rumah sakit asing lebih akan di pilih di bandingkan rumah sakit nasional.Sedangkan pencabutan subsidi di bidang pendidikan tinggi dengan menerapkan sistem Badan Hukum Pendidikan(BHP) mengakibatkan biaya pendidikan akan tinggi sehingga yang dapat berkuliah hanyalah mereka orang kaya. Hal ini mengingatkan kita pada masa kolonial Belanda dahulu dimana yang dapat bersekolah hanyalah mereka yang berdarah biru (ningrat) yang notabene adalah orang kaya,akibatnya kualitas sumber daya manusia indonesia akan semakin menurun sehingga tingkat kebodohan dan kemiskinan akan meningkat.
Sebenarnya pemberian berbagai subsidi kepada rakyat bukanlah cara yang paling tepat untuk mensejahterakan rakyat.Cara yang paling tepat adalah dengan melakukan nasionalisasi sektor-sektor produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak,seperti yang di amanatkan oleh pasal 33 UUD1945 sehingga pemerintah dapat mengendalikan harga pasar bukan seperti saat ini dengan melakukan privatisasi (swastanisasi) yang mengendalikan harga pasar adalah para pemodal(kapitalis).Semua cara itu dilakukan oleh imperalisme modern untuk membunuh masa depan suatu bangsa yang pada akhirnya bangsa tersebut akan menjadi budak di negeri mereka sendiri.


YANUAR.A.PUTRA


makalah tentang calon independen dalan PILKADA

BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Lahirnya putusan Makamah Konstitusi Republik Indonesia No.5/puu-v/2007 membatalkan sebagian pasal dalam UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah terutama pasal 59 ayat (1) dan (2) yang berbunyi ayat (1) :peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang di usulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ayat (2): partai politik atau gabungan partai politik sebagai mana di maksud dalam pasal 59 ayat (1) dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya 15% dari jumlah akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu DPRD di daerah yang bersangkutan.
Dengan lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi No.5/puu-v/2007 memungkinkan pemilihan kepala daerah dapat di ikuti oleh calon independen. Putusan MK tersebut bagaikan ”bola panas” yang di luncurkan di tengah berlangsungnya pesta demokrasi yang terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia.
Sehingga putusan Mahkamah Konstitusi menimbulkan polemic dalam nasyarakat mengenai ke ikut sertaanya calon independen dalam p[emilihan kepala daerah.terlebih lagi pemerintah belum mengambil sikap secara tegas terhadap putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.Pemerintah melalui Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa pemerintah menerima putusan tersebut tetapi Kalla mengatakan pemerintah belum dapat menentukan sikap terhadap ke ikut sertaan calon independen pada pemilihan kepala daerah.
Pertimbangan utama Mahkamah Konstitusi menerima judicial review terhadap UU no 32 tahun 2004 tentang pemda di dasarkan pada suatu upaya untuk mewujudkan system pemerintahan daerah yang demokratis di Indonesia.tetapi yang menjadi pertanyan kini apakah upaya tersebut dapat tercapai dengan system dan kriteria yang belum jelas dalam menentukan siapa calon independen itu.
Seharusnya Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang di beri wewenang oleh pasal 24c ayat (1) UUD 1945 JO pasal 10 UU No.24 tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa : Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusanya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD1945 seharusnya tidak begitu saja mengabulkan dan atau menerima suatu judicial review terhadap suatu UUNo.32 tahun 2004 oleh pemohon atas dasr hak konstitusi pemohon di rugikan dengan berlakunya suatu UU. Seharusnya MK mengambil suatu keputusan berdasarkan pertimbangan akibat apa yang akan muncul dengan adanya putusan judicial review tersebut.
Karena sejatinya setiap kebijakan di negara demokrasi kerakyatan seprti Indonesia haruslah berdasarkan “denyut nadi rakyat”( suara rakyat) karena dalam nagara demokrasi kerakyatan ada asas “ solus populis suprema lex”( hukum tertinggi adalah sura rakyat).maka jika tidak sesuai dengan kehendak rakyat maka tidak layak suatu keputusan itu di perjuangkan. Karena berdasarkan hasil survey lembaga survei pusat kajian kebijakan dan pembangunan strategis (puskoptis) pada bulan Oktober- Desember 2007 membuktikan bahwa 81 % rakyat Indonesia tidak setuju dengan adanya calon independen 16% setuju dan 3% tidak tahu. Selian itu berdasarkan survey lembaga survei independen JPPR(jaringan pendidikan pemilu rakyat) menunjukan 79% rakyat tidak setuju,15% setuju dan 6% tidak tahu.
Berdasarkan hasil survei oleh lembaga survei pemerintah maupun lembaga survei independen menunjukan hasil yang tidak berbeda jauh mengenai penolakan rakyat Indonesia terhadap adanya caoln independen dalam pilkada. Hasil survei tersebut dapat menunjukan bahwa apa yang selama ini di gembor-gemborkan bahwa rakyat sangat mendukung adanya calon independen haruslah dipertanyakan kembali. Bukan tidak mungin berita tersebut hanya di hembuskan oleh mereka yang gagal lolos untuk menjadi calon kepala daerah dalam konvensi yang di lakukan oleh partai politik untuk mencari calon kepala daerah dari partai yang bersangkutan. Kalau hal tersebut benar maka calon independenhanyalah sebuah wacana demokrasi utopia (hayalan ) yang coba mereka tawarkan kepada rakyat dalam pilkada. Oleh sebab itu saya berusaha membuat makalah dengan se- objektif mungkin mengenai fenomena munculnya calon independen dalam pilkada



B .PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah saya paparkan maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang akan saya coba jawab dalam makalahini, rumusan masalahnya sebagai berikuit : apakah calon independen merupakan solusi untuk menciptakan sistem pemiihan kepala daerah yang demokratis di Indonesia?



BAB II
PEMBAHASAN

Terciptanya system demokrasi dalam penyelenggaraan pemilihn kepala daerah merupakan suatu dambaan bagi seluruh rakyat Indonesia pada umumnya. Tetapi apakah putusam Mahkamah Konstitusi No.5/puu-v/2007 yang membatalkan sebagian pasal dalam UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang berakibat memungkinkan calon independen dapat mengikuti pemilihan kepala daerah apakah merupakan sebuah jawaban dari impian rakyak Indonesia selama ini.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang meloloskan calon idndependen untuk dapat mencalonkan diri dalam pilkada masih di nilai keliru oleh Yusril Ihzamahendra guru besar fakultas hukum UI.kekeliruan itu tidak hanya dalam konteks logika hukum tata negara,tetapi juga dalam tatanan logika bahasa di dalam frem etimologi bahasa calon independen bermakna calon mandiri :seseorang secara pribadi dengan tidak harus mendapat dukungan dari siapapun dia dapat mencalonkan diri. Sementara calon independen dalam persepsi MK adalah seseorang yang masih bersyarat ,masih memerlukan dukungan dari pihak lain misalnya sejumlah rakyat atau lebaga non partai. Oleh karena itu mengacu pada logika bahasa tapatnya yang di putuskan oleh MK bukanlah calon independen tetapi calon non-partai dan itu justru akan mempersulit calon independent itu sendiri.
Dengan persepsi calon independen Oleh MK adalah seseorang yang masih bersyarat dan masih memerlukan dukungan pihak lain menyebabkan untuk menjadi calon independen dalam pilkada menjadi berat untuk di penuhi oleh mereka yang mungkin memiliki kopetensi sebagai kepala daerah tetapi ia tidak mampu memenuhi syarat tersebut. hal tersebut membuat demokratisasi dalam pilkada akan semakin sulit apabila kita menerapkan calon independen. Syarat untuk menjadi calon independen agar bisa mencalonkan diri dalam pilkada seperti yang disyaratkan kepada partai politik adalah 15% hal tersebut di nilai oleh partai politik adalah syarat yang pantas seperti yang di atur dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang pemda pada pasal 59 ayat (2) . hal tersebut akan memperberat langkah calon independen dalam mengikuti pilkada berbeda dengan halnya partai politik yang memiliki “motor politik” (alat pengerak masa) yang berupa kader pada suatu daerah pemilihan,sedangkan calon independen tidak memiliki hal yang sama.
Sehingga calon independen agar mendapat dukungan sebesar 15% seperti yang di syaratkan dalam pasal 59 ayat (2) UU No. 32 tahun 2004 pasti membutuhkan dana yang cukup besar karena bukan menjadi rahasia publik bahwa pesta demokrasi di Indonesia ti terlepas dari “ money politik”( politik uang) untuk menarik masa .di takutkan yang dapat memenuhi syarat 15% adalah calon independen yang berlatar belakang sebagai pengusaha atau mereka yang di sokong oleh para pengusaha ( kapitalis).jika itu yang terjadi maka yang tercipta dalam pemilihan kepala daerah bukanlah system demokrasi seperti yang di impikan rakyat tetapi yang tercipta adalah sistem oligarchie(kekuasan di pegang oleh para kapitalis) seperti yang kita ketahui bahwa kebijakan yang di buat oleh para kapitalis hanyalah selalu didasarkan pada provid oriented atau keutungan belaka terhadap dirinya maupun kepada golonganya,tentunya kebijakanya tidak bersifat populis ( pro rakyat). Justu kebijakanya akan semakin menambah beban rakyat. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengembalikan dana yang telah mereka keluarkan untuk mencari konstituennya untuk dapat memenuhi syarat 15% untuk dapat mengikuti pilkada.
Menurut sekjen partai PDIP Pramono Anum calon independen harus memenuhi persyaratan 15% dalam hal kalau ingin mengikuti pilkada dan tidak mungkin 3% seperti yang di minta oleh mereka yang ingin menjadi calon independen.seperti calon independen dalam pilkada Aceh. Karena untuk masalah pilkada Acaeh adalah berbeda kondisi karena syarat itu diusulkan dalam rangkan mempertahnkan negara kesatauan Republik Indonesia dan pilkada Aceh tunduk pada UU 18 Tahun 2001 tentang otonomi khusus provinsi aceh. dalam sebuah sarasehan yang di adakan di gedung pola komplek monument proklamasi Jakarta Budiman soedjatmiko sebagai pembicara menanggapi akan fenomena adanya calon independen dalam pilkada.menurut Budiman soedjatmiko seharusnya di adakan revisi terhadap UU No.32 tahun 2004 tentang pemda mengenai persyaratan partai politik terhadap calon yang akan mereka calonkan menjadi kepala daerah haruslah bersifat objektif bukan subjektif seprti sekarang yang menyebankan adanya politik uang dalam menentukan siapa calon kepala daerah oleh oknum dalam partai politik. Di bandingkan harus melakukan judicial review terhadap UUNo.32 tahun 2004 tentang pemda karena menurut ia apabila mengamati calon independen yang merebak saat ini adalah mereka yang gagal menjadi anggota DPRD pada pemilu 2004dan mereka yang gagal dalam konvensi yang di adakan oleh parpol.budiman menyebutkan salah satu nama yaitu Sarwono Kusumatmaja yang gagal menjadi calon Gubernur dari golkar dalam pilkada jakarta yang kemudian mendelarasikan diri sebagai calon independen.
Beberapa kalangan partai politik menanggapi dingin dengan adanya calon independen. Mereka menilai hal tersebut akan merusak system yang telah mapan.mereka menuduh pemunculan calon independen adalah kelompok-kelompok anti parpol dalam masyarakat, mereka juga berpendapat sikap anti-partai dinilai membahayakan karena dapat berkembang kea rah pembubaran partai politik dan kalau hal tersebut terjadi maka Indonesia akan kenbali ke system otoriter karena menurut mereka partai politik merupakan ciri dari negara demokrasi.apabila hal itu terjadi maka sejarah akan terulang kembali seperti pada saat terjadi transisi dari system demokrasi parlementer ke demokrasi terpimpin(Guided demokrasi) di era presiden soekarno akan terulang kembali.menurut mereka ada yang tidak di punyai oleh calon independen seperti apa yang dimiliki oleh partai politik seperti:sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat,alat control bagi pemerintahan agar kebijakanya sesuai dengan keinginan rakyat. Seharusnya UU No 32 tahun 2004 tidak perlu di judicial review karena persyaratan 15% pada pasal 59(2) untuk dapat mencalonkan kepala daerah di dapatkan dari hasil pemilu yang mereka nilai cukup jujur dan adil pada tahun 2004dan itu merupakan gambaran suara rakyat terhadap partai politik tersebut.
Tetapi kenyataan partai politik di Indonesia lebih berwatak oligarchie terlalu banyak berurusan dengan konspirasi elit dan terpisah dari konstituenya. sebenarnya fungi parpol di negara demokrasi merupakan alat bagi masyarakat untuk menyampaikan tuntutan,artikulasi kepentingan dan mengakomodir aspirasi rakyat.seandainya parpol di Indonesia seperti iti maka tidak di perlukan lagi calon independen karena syarat calon independen untuk mencalonkan diri dalam pilkada di rasakan sangat berat sehingga mereka yang dapat menjadi calon independen hanyalah mereka yang mempunyai uang untuk mengordinir massa untuk memenuhi syarat 15% karena bukan rahasia publik lagi politik di Indonesia selain di warnai oleh politik pencitraan diri oleh para elit juga di warnai oleh politik “money politik” sehinga yang tercipta adalah bukan sistem demokrasi tetapi oligarchie dalam pilkada baik dengan menggunakan wadah partai politik maupun dengan calon independen.




BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN

Mekanisme calon Independen dalam pemilihan kepala daerah yang lahir akibat adanya putusan Mahkamah Konstitusi No.5/puu-v/2007 belum dapat di jadikan jawaban untuk terciptanya sistem demokrasi dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia .justru dengan syarat yang berat malah akan mendekati system oligarchie di bandingkan system demokrasi.maka apa bedanya antara calon independen dengan partai politik yang selama ini terjadi di Indonesia.
Di lain hal rakyat Indonesia berdasarkan hasil survey lebaga survey pemerintah maupun lembaga survey independen menunjukan sebagian besar rakyat Indonesia kurang setuju dengan adanya calon independen dalam pemilihan kepala daerah .dalam negara demokrasi seperti Indonesia apabila sebagian besar suara rakyat tidak mendukung adanya suatu mekanisme buat apa mekanisme tersebut di perjuangkan.sedangkan partai politik di dukung oleh suara rakyat yang di berikan rakyat dalam pemilu DPRD untuk memenuhi persyaratan untuk dapat mencalonkan calonya di dalam pilkada.tetapi yang menjadi masalah adalah partai politik di Indonesia lebih berwatak oligarchi dan terlalu banyak berurusan dengan elit dan terpisah dari konstituenya hal tersebut sangat anti tesis dengan fungsi partai politik di negara demokrasi . jadi baik partai politik maupun calon independen tidak dapat membawa system pemilihan kepala daerah di Indonesia menjadi lebih demokratis .jika tidak terjadi perbaikan dalam mekanisme dan syarat berpolitik di Indonesia.
SAATNYA MERESTORASI DUNIA PENDIDIKAN INDONESIA


Bangsa yang korup ialah bangsa yang memperlakukan pendidikan sebagai proyek ekonomi.mungkin inilah kata mutiara yang paling tepat di tujukan kepada keadaan dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini.investasi bangsa ini lewat dunia pendidikan dari tahun ke tahun semakin parah dan tidak pernah mendapatkan penanganan yang komperhensif.jika Departement Agama dikenal sebagai tempat jual-beli dan korupsi haji,sedangkan Departement pendidikan nasional juga lebih banyak di kangkangi oleh para pedagang proyek pendidikan.
Pendidikan nasional harus mengalami umstellung vom grund aus(perubahan dari akar-akarnya).bila hal ini tidak di lakukan maka penyelewengan dalam dunia pendidikan yang selama ini terjadi justru akan semakin berlipat ganda dengan banyaknya anggaran yang dapat membiayai penyelewengan-penyelwengan itu.selain itu sistem pendidikan dan pengajaran di Indonesia harus juga di ubah,karena selama ini sistem pendidikan dan pengajaran yang di laksanakan di lembaga-lembaga pendidikan selama orde baru hingga kini mempunyai watak instrumental yang kuat,dan hampir tidak mempunyai efek emansipatoris yang di tekankan dalam latihan-latihan di lembaga pendidikan adalah pembentukan ketaatan kepada otoritas,kepada guru,kepada peraturan sekolah dan dalam tingkat makro berarti ketaatan kepada kekuasan negara.
Sistem pendidikan di Indonesia tidak membebaskan seseorang dari kengkangan lingkungan yang sempit,tidak membuka cakrawala dunia baru dan tidak memberi inspirasi.sistem pendidikan itu juga tidak membuat seseorang sanggup berfikir mandiri,membuat pertimbangan sendiri dan menerima konsekuensi perbuatanya dengan berani.sistem pendidikan di Indonesia tidak memberi kesempatan berfikir secara bebas karena anak didik tidak boleh mencari jawaban lain yang mungkin berbeda dari yang telah di tentukan,meskipun bisa saja jawaban itu benar.mereka di haruskan berfikir hanya dalam kerangka jawaban yang sudah di persiapkan dan memilih satu di antaranya.kreatifitas anak didik tidak di rangsang dan ketundukan amat di utamakan pekerjaan pengajar sangat di permudah karena ada standarisasi jawaban.standarisasi jawaban ujian hanyalah turunan derivative dari regimentasi pendidikan dan pengajaran yang berasal dari penyeragaman politik pada masa orde baru yang masih di pertahankan di dalam dunia pendidikan kita hingga saat ini.
Maka dengan mengangkat segala jasa baik orde baru dalam memperluas kesempatan pendidikan tetap juga harus di catat dua watak pendidikan nasional yang amat mencolok hingga saat ini.petama,pendidikan dan pengajaran di lembaga pendidikan memberi perhatian besar terhadap pembentukan ketundukan terhadap kontrol oleh otoritas dan kekuasaan.kedua,pendidikan di Indonesia lebih membela pengajar sebagai representasi penguasa dengan mengorbankan para murid sebagai representasi warga negara dan masyarakat.
Padahal jika kita menginginkan negara ini dapat sejajar dengan negara-negara maju yang ada di dunia maka seharusnya yang kita “Revolusi” untuk pertama kalinya adalah sektor pendidikan karena dengan majunya sektor pendidikan maka sektor-sektor lain seperti politik,ekonomi dan hukum akan mengikuti dengan sendirinya.tapi sangat ironis nasib dunia pendidikan di Indonesia sampai dengan saat ini karena dana belanja negara yang di anggarkan untuk sektor ini masih di bawah dana anggaran untuk membiayai kepentingan militer,politik dan subsidi untuk bahan bakar kendaraan. belum lagi dana yang terkesan pas-pasan itu di korupsi oleh para mafia pendidikan dari mulai tingkat lembaga pendidikan sampai dengan tingkat Departement pendidikan nasional.sehinnga dunia pendidikan yang terkesan “alakadarnya” ini hanya akan menghasilkan generasi penerus bangsa yang alakadarnya pula atau”generasi premature” yang tidak siap menghadapi era- globalisai antar bangsa yang semakin ketat dewasa ini.oleh sebab itu Restorasi dunia pendidikan sangat amat di perlukan untuk kemajuan bangsa dan negara ini di masa yang akan datang.


SALAM PERLAWANAN
YANUAR.A.PUTRA
KONVERSI MINYAK TANAH KE GAS
SEBUAH POTRET KETIDAK BERDAYAN PEMERINTAH


Kebijakan pemerintah melakukan konversi minyak tanah ke gas bagaikan sebuah “bola panas” yang digulirkan oleh pemerintah kepada rakyat ditengah himpitan ekonomi yang semakin membebani mereka. Rakyat seakan dipaksa mau tak mau, suka tak suka untuk mengamini kebijakan pemerintah tersebut.
Seperti kebijakan pemerintah yang sebelumnya ,kebijakan konversi minyak tanah ke gas seakan kembali mengorbankan nasib rakyat. Menurut wakil presiden Jusuf Kalla kebijakan tersebut diambil untuk mengurangi beban APBN yang selama ini tersedot untuk mensubsidi bahan bakar minyak untuk rakyat. Sebagai pengganti subsidi pemerintah akan membagikan kompor dan tabung gas gratis kepada rakyat. Dengan pemberian tersebut diharapkan rakyat akan beralih dari penggunaan minyak tanah bahan bakar gas.(kompas 21 maret 2008)
Tetapi dalam mengambil kebijakan konversi pemerintah seperti tidak memperhatikan kondisi sosial dan ekonomi dari rakyat yang menjadi tujuan program tersebut. Dengan pencabutan subsidi harga minyak tanah akan naik dan dikhawatirkan akan menimbulkan “efek domino” terhadap harga kebutuhan pokok lain. Hal ini justru akan semakin menambah beban kehidupan rakyat.
Bagi mereka konsumen rumah tangga kebijakan konversi ibarat sebuah “sok terapi” yang diberikan oleh pemerintah kepada mereka. Bagaimana tidak karena selama ini mereka dengan murah dan mudah dapat memperoleh minyak, kini mereka harus mengantri dan membayar mahal untuk dapat membeli 5 liter minyak tanah yang dijatah oleh pemerintah sambil menuggu program konversi berjalan.sementara untuk beralih pemakaian ke gas dirasakan berat oleh mereka karena harga gas tidak sesuai dengan pendapatan harian mereka kalo minyak tanah dapat mereka beli dengan cara mengecer seharga Rp. 3,500/liter sementara harga gas mencapai Rp. 15,000/tabung. Yang tentu tidak terjangkau oleh mereka.(wartakota 10 februari 2008)
Bagi mereka pedagang minyak tanah keliling konversi sama saja mematikan mata pencaharian mereka, kerena untuk dapat beralih menjadi pedagang gas keliling dibutuhkan modal yang tidak sedikit. Selain itu bagi mereka yang sudah beralih menjadi pedagang gas keliling juga mengeluhkan lesunya daya beli masyarakat serta keuntungan yang mereka peroleh sebagai pedagang gas keliling tidak sebesar ketika mereka berjualan minyak tanah, hal tersebut membuat mereka merugi karena antara modal yang dikeluarkan dengan keuntungan yang didapat tidak sebanding.(kompas 21 maret 2008)
Bagi para pedagang kaki lima, mereka mengeluhkan kualitas dari kompor dan tabung gas yang dibagikan oleh pemerintah karena dinilai oleh mereka sangat merugikan. karena ketika mereka masih menggunakan kompor minyak tanah, mereka sehari hanya mengeluarkan uang Rp. 18.000 – Rp. 21.000 untuk 6 liter minyak tanah sehari. Kini mereka harus mengeluarkan uang Rp. 45.000. per hari untuk membeli 3 tabung gas. Hal ini disebabkan Karena nyala api yang dihasilkan kompor gas terlalu besar dan banyak tabung gas yang bocor sehinga menjadi boros.(poskota 2 maret 2008)
Bagi mereka para nelayan konversi mempersulit mereka untuk melaut karena minyak tanah yang mereka gunakan untuk campuran bahan baker kapal mereka harganya menjadi mahal karena tidak lagi mendapatkan subsidi dari pemerintah. yang tadinya harga minyak tanah dapat mereka beli dengan harga Rp. 3.500/liter kini mereka harus membeli minyak tanah seharga Rp. 8.300/liter. Selain itu hal tersebut diperparah lagi dengan terjadi kelangkaan minyak tanah di sekitar pelabuhan. Hal tersebut membuat mereka tidak dapat melaut karena tidak ada bahan bakar yang harganya murah untuk kapal mereka.
Seharusnya pemerintah dalam mengambil suatu kebijakan jangan hanya mendasarkan pada untung - rugi semata, seharusnya kebijakan yang di buat berdasarkan kemanfaatan bagi rakyat bukan justru menambah beban hidup rakyat. Bukankah tujuan dari Negara kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencapai kesejahteraan rakyat dan bukan hanya mencapai pertumbuhan ekonomi diatas kertas semata.
Bukankah subsidi merupakan hak dari rakyat karena sudah menjadi kewajiban dari pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya dan sebenarnya bukan subsidi yang menjadi beban utama dari APBN tetapi yang menjadi beban utama dari APBN adalah terlalu besarnya hutang yang di buat oleh swasta dan kemudian dibebankan pada pemerintah seperti dalam kasus BLBI (bantuan likuiditas bank Indonesia) dimana negara dibebankan untuk membayar hutang yang dibuat oleh para obligor pengemplang dana BLBI tersebut sebesar RP600 triliun, belum lagi pemerintah juga dibebani untuk membayar bunga obligasi rekap sebesar Rp.40 – Rp.50 triliun pertahun hingga tahun 2021. dan hal ini diperparah dengan penguasaan ladang- ladang minyak yang didominasi oleh perusahaan asing, sementara pemerintah melalui pertamina hanya menguasai 10% dari total ladang minyak yang ada di negri ini.(republika 22 maret 2008)
Konversi merupakan sebuah potret ketidak mampuan pemerintah untuk mengembalikan uang Negara yang telah dicuri oleh para koruptor. dan untuk menutup besarnya defisit dari APBN. lagi-lagi rakyatlah dijadikan “korbanya” dengan dalih penghematan APBN karena besarnya dana subsidi untuk rakyat dengan cara mengkonversi minyak tanah ke gas.oleh sebab itu hanya ada satu kata untuk menyikapinya yaitu lawan…!!!

Yanuar A putra


BAHAYA LATEN IMPERIALISME MODERN
TERHADAP KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA


Mungkin sampai dengan saat ini tidak semua rakyat Indonesia dapat mengartikan kata merdeka. Bukan karena mereka tidak mengerti arti kata merdeka dalam frame etimologi bahasa, tetapi sampai dengan saat ini mereka masih kesulitan untuk memaknai arti merdeka itu sesungguhnya.
Bagi rakyat kecil merdeka diartikan sebagai bebas dari penjajahan asing serta bebas dari kemiskinan, kebodohan serta rasa takut. Hal itulah yang tidak ditemukan oleh mereka sampai dengan saat ini dan kemerdekaan itu belum bisa dirasakan oleh mereka sepenuhnya.
Lihat saja kasus Lumpur Lampindo yang sampai dengan saat ini belum jelas nasib korbannya, Nasib bekas karyawan PT. Dirgantara Indonesia, nasib para pengungasi korban bencana alam di Aceh, D.I. Yogyakarta, Nias, Bengkulu, Nusa Tenggara, kasus busunglapar di Nabire Papua. Dan kasus-kasus penggusuran di Jakarta seperti di Daerah Rawa Sari di mana tempat berjualan mereka di gusur tanpa ganti- kerugian yang jelas dengan alasan mereka telah menempati lahan hijau.sementra di sebelah kios mereka berjualan masih Berdiri dengan kokoh hotel, perkantoran, Mall milik asing yang jelas-jelas memakan lahan hijau lebih besar dari kios mereka dan tidak ada satu pihak pun yang berani mengusik keberadaan bangunan tersebut[1].Itu baru sedikit potret ketidakadilan yang terjadi di negeri yang katanya sudah merdeka lebih dari 60 tahun.
Sebenarnya sumber segala masalah yang terjadi di negri ini adalah karena sistem birokrasi yang rusak , serta ketergantungan negara kita yang amat parah kepada pihak asing (barat), sehingga kebijakan yang di buat pemerintah selalu di intervensi (di pengaruhi) oleh pihak asing sehingga kebijakan yang di hasilkan tidak berpihak pada rakyat dan hanya menguntungkan para pemilik modal. Seperti Pidato Bung Karno di hadapan peserta Gerakan Non Blok beliau mengatakan : “Negara dunia ke-3 tidak akan pernah merasakan kemerdekaan sepenuhnya selama imperalisme modern masih dibiarkan hidup di muka bumi ini“
Imperalisme modern adalah bentuk penjajahan gaya baru yang dilakukan oleh barat dengan mengendalikan perekonokian negara lain. Seperti yang di katakan oleh Jhon Morgentau : “Not by the size of it’s territory, but by the way of economic control” tidak harus melihat sebesar apa suatu negara menguasai wilayah negara lain tetapi cukup dengan melihat sejauh mana negara lain (barat) melakukan kontrol di bidang ekonomi terhadap negara lain (negara dunia ke-3) hal tersebut berbeda dengan imperalisme klasik yang lebih mengutamakan kekuatan militer(fisik) untuk menguasai dan mempertahankan daerah jajahannya.
Imperalisme modern masuk ke Indonesia pada masa Orde Baru dengan di bukanya kran investasi asing.melalui UU No. 1 Tahun 1967 sebagai regulasi penanaman modal asing di Indonesia. cengkraman imperalisme modern semakin kokoh pada saat Indonesia terkena badai krisis moneter, sebagai “efek domino” krisis ekonomi yang melanda Asia pada tahun 1997, karena krisis tersebut Indonesia menjalin kerja sama ekonomi dengan dana moneter internasional (IMF) untuk memperbaiki sistem perekonomian.
Agar memperoleh kucuran dana dari IMF sebesar $ 178 juta dollar Indonesia diharuskan untuk menandatangani “Letter of Intens” dan “Memorandum on Economic and Financial Policies” tercatat 1.300 butir kesepakatan yang harus di tandatangani oleh pemerintah Indonesia. Seperti pemerintah Indonesia tidak boleh menolak segala bentuk yang datang dari Barat baik berupa barang produksi, investasi, maupun budaya, serta paket percepatan ekonomi dari IMF seperti pemerintah Indonesia harus mencabut berbagai subsidi untuk rakyat, melakukan privatisasi BUMN, dan mengucurkan dana obligasi rekap ke pada pihak perbankan (BLBI).
Bentuk imperalisme modern di bidang budaya saat ini dirasakan sangat merajalela merasuki jiwa generasi muda negeri ini. Mereka sangat mengagung-agungkan budaya Barat baik berupa faham, fashion dan gaya hidup. Hal tersebut membentuk jiwa generasi muda negeri ini cenderung apatis, hedonis dan konsumtif. Mereka seakan tidak peduli dengan keadaan bangsa dan masa depan mereka sendiri.
Di bidang perekonomian cengkraman imperalisme modern melalui para kapitalis sangatlah kuat. Menurut Efendi Siradjudin pengamat migas 70 % Industri Migas di Indonesia di kuasai oleh Amerika, 20 % di kuasai bersama Inggris, Italy, Jepang, china. sedangkan Indonesia melalui Pertamina hanya menguasai 10 % saja. Selain di bidang migas kapitalisme juga menguasai bidang perekonomian lain dengan privatisasi Semen Kujang, Semen Gresik, Indosat, Bank-Bank Milik Negara serta penjualan aset Pertamina yang berupa Kapal Tangker.
Sedangkan beban APBN semakin berat karena setiap tahun APBN harus menganggarkan Rp. 40 – 50 Triliun untuk membayar bunga rekap obligasi, akibat kredit macet para obligor BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) hingga tahun 2021.(REPUBLIKA 22 MARET 2008)
Dengan beban APBN tersebut maka kesejahteraan rakyatlah yang dikorbankan. Melalui kebijakan penarikan subsidi baik subsidi BBM(bahan bakar minyak) kesehatan, serta pendidikan, yang dalam UUD 1945 merupakan tanggung jawab negara sebagai negara kesejahteraan (welfare staats) untuk memberikan subsidi itu semua.
Pencabutan subsidi merupakan tujuan utama imperalisme modern. Dengan pencabutan subsidi harga akan melonjak dan pada saat harga minyak di Indonesia mendekati harga minyak dunia, maka para kapitalis akan membangun pompa-pompa bensin di Indonesia seperti Shell, Repsol, Castrol dan lain-lain.Seperti yang mulai terjadi di Jakarta, di mana masyarakat lebih memilih pom bensin milik Shell di banding pom bensin milik Pertamina karena fasilitas dan pelayanan yang lebih baik Kalau itu sampai terjadi di seluruh wilayah Indonesia maka siap-siap saja nasib Pertamina akan seperti nasib pasar tradisional yang tergilas oleh Supermarket-supermarket milik asing.[1]
Pencabutan subsidi di bidang kesehatan akan berdampak mahalnya biaya kesehatan bagi rakyat, karena tidak ada lagi obat generik dan Askin yang selama ini diperuntukkan bagi rakyat dari Dana subsidi. Apabila itu terjadi maka tingkat kematian di Indonesia akan tinggi karena rakyat tidak mampu lagi untuk berobat.selain itu para kapitalis akan membangun rumah –rumah sakit di Indonesia,dengan fasilitas yang lebih baik dan budaya inlander rakyat Indonesia yang lebih memilih berobat ke luar negri selama ini akan membuat rumah sakit asing lebih di pilih di bandingkan rumah sakit nasional kalau hal tersebut terjadi maka rumah sakit nasional akan sama nasibnya dengan pertamina dan pasar tradisional yang tergilas oleh kapitalisme asing.
Pencabutan subsidi di bidang pendidikan dengan menerapkan sistem Badan Hukum Pendidikan(BHP) mengakibatkan biaya pendidikan akan tinggi dan mahal sehingga yang bisa berkuliah hanyalah mereka anak orang kaya. Hal ini mengingatkan kita pada zaman kolonial Hindia Belanda dahulu dimana orang yang dapat bersekolah hanyalah mereka yang berdarah biru (ningrat) yang notabene adalah orang kaya sehinga kualitas SDM(sumber daya manusia) indonesia akan semakin menurun dan tingkat kebodohan dan kemiskinan akan meningkat.
Sebenarnya pemberian berbagai subsidi kepada rakyat bukanlah cara yang paling tepat untuk mensejahterakan rakyat.cara yang paling tepat adalah dengan melakukan nasionalisasi sektor-sektor produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak,seperti yang di amanatkan oleh pasal 33 UUD 45.sehingga pemerintah dapat mengendalikan harga pasar bukan seperti saat ini dengan melakukan privatisasi (swastanisasi) yang mengendalikan harga pasar adalah para pemodal(kapitalis).
Semua itu dilakukan oleh imperalisme modern untuk membunuh masa depan suatu bangsa yang pada akhirnya bangsa tersebut akan menjadi budak di negeri mereka sendiri. Hal tersebut sudah mulai terjadi di negeri ini.dengan adanya sistem kerja kontrak (out sour sing )yang menganggap pekerja sebagai objek bukan sebagai subjek lagi.dengan momentum se-abad kebangkitan nasional kita sebagai generasi penerus bangsa marilah bangun dari keterpurukan ini,karena kita tidak bisa lagi mengharapkan mereka yang berkuasa saat ini. Kini saatnya kaum muda berperan dengan menumpahkan “darah juang” untuk melakukan revolusi kebangsaan. Ingatlah kawan revolusi kita belumlah selesai .... !!! Salam Perlawanan .
YANUAR .A.PUTRA
GENEOLOGIS POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA


Pemilihan umum memang masih setahun lagi baru akan berlangsung di Indonesia tetapi nama-nama tokoh yang menyatakan kesediaanya untuk di calonkan sebagai presiden sudah mulai bermunculan kehadapan publik.bahkan di antara mereka sudah mulai melakukan pendekatan ke sejumlah partai besar agar diri mereka dapat di calonkan oleh partai besar agar diri mereka di calonkan sebagai presiden oleh partai yang bersangkutan di pemilihan umum mendatamg.
Ternyata dari nama-nama tokoh yang bermunculan ke hadapan publik masih di domonasi oleh nama-nama lama dan para tokoh-tokoh tua seperti Megawati,Gus Dur, Amin rais,Susilo bambang yudhoyono,Jusuf kalla.Wiranto, Akbar Tanjung.
Selain tokoh-tokoh lama kini juga bermunculan nama-nama tokoh alternatif seperti Sutiyoso,Sri sultan HB X,Meutia hatta,Prabowo dan siti hardianti rukmana (mba tutut). Sebenarnya tokoh-tokoh alternatif ini bukanlah tokoh baru dalam masyarakat hal tersebut dapat kita di lihat dari umur mereka yang sudah tidak muda lagi dan selain itu mereka juga pernah atau sedang menjabat sebagai pejabat publik baik pada tingkat pusat maupun tingkat daerah.
Apabila kita mencermati nama-nama tokoh yang bermunculan kehadapan publik sebagai bakal calon presiden di pemilihan umum 2009 maka dapat kita tarik benang merah hubungan antara beberapa nama tokoh tersebut dengan tokoh politik Indonesia masa lalu. Sebut saja nama-nama seperti Megawati,Gus Dur, Sri Sultan HB X, Siti hardiantirukmana dan Prabowo.
Megawati merupakan anak dari Soekarno Proklamator dan presiden RI ke-1.sebenarnya Soekarno masih memiliki beberapa anak yang juga berkecimpung dalam dunia politik seperti Rahmawati, Sukmawati. Tetapi nama keduanya seperti tengelam oleh nama besar Megawati yang mulai menarik simpatik rakyat karena peristiwa 27 juli 1996 hingga membawa dirinya menjadi presiden mengantikan Abdurahman wahid (gus dur).
Siti hardianti rukmana (Mba tutut) merupakan anak dari Soeharto mantan presiden ke dua RI.nama mba tutut muncul ke hadapan publik sebagai bakal calon presiden di pemilu 2009 di karenakan adanya “virus SARS “(sindrom amat rindu soeharto ) di dalam kalangan masyarakat. Karena kini banyak rakyat yang menggap bahwa keadan ekonomi dimasa Orde baru lebih baik di bandingkan keadan ekonomi saat ini.
Meutia hatta merupakan anak dari M.hatta proklamator dan mantan wakil presiden RI,nama Meutia muncul karena adanya kerinduan rakyat akan figur M.Hatta faunding father negri ini.selain itu juga ada nama Sri Sultan HB X yang merupakan anak dari Sri Sultan HB IX yang merupakan mantan wakil presiden di masa Orde baru
Selain mereka anak-anak mantan presiden dan wakil presiden kini juga bermunculan mereka anak-anak tokoh masa lalu seperti Gus Dur anak dari tokoh Nu KH.Wahid Hasyim dan Prabowo yang merupakan anak dari sang Begawan ekonomi Soemitro Djoyohadi kusumo selain itu Prabowo oleh beberapa pengamat politik di anggap sebagai anak ideologis dari Soeharto karena kesamaan karekter antara mereka berdua.
Ternyata kehidupan politik di Indonesia tidak bisa terlepas dari Geneologis Politik (politik berdasarkan keturunan tokoh) masa lalu. Apakah nasib dan masa depan bangsa ini hanya akan di gantungkan kepada mereka yang memiliki hubungan Geneologis dengan masa lalu. Padahal nama satu dan lain tidak menjamin dapat merepresentasikan pandangan-pandangan esensial tentang apa kebutuhan bangsa ini. Bagaimana nasib anak bangsa yang tidak terlahir sebagai keturunan tokoh pada masa lalu apakah selamanya mereka akan tergilas oleh nama besar yang berembelkan tokoh masa lalu. Padahal mungkin saja di tangan mereka yang Anonim (tak bernama) justru masa depan bangsa yang selama ini terpuruk akan lebih baik lagi. Oleh karena itu kita harus keluar dari ke Feodalisan berpolitik yang selama ini di anut oleh bangsa ini.
Salam perlawanan….! ! !
YANUAR. A.PUTRA
LAGU CINTA DAN GENERASI PATAHATI

Lagu cinta melulu apa memang kita bangsa melayu suka mendayu-dayu.lirik tersebut merupakan penggalan sebuah lagu dari grup band indie yang bersal dari Jakarta yang berisikan kritik sosial menanggapi fenomena keadaan industry music Indonesia saat ini yang di dominasi oleh lagu-lagu bertemakan cinta.
Apakah ada hubunganya sebuah lagu dengan tema tertentu seperti bertemakan cinta dengan kehidupan berbangsa bernegara .apabila kita merujuk perkataan dari bunk karno maka kita akan menemukan hubungan korelasinya.menurut bunk karno music dapat mempengaruhi mentalitas suatu bangsa,karena menurut beliau music dapat membentuk jiwa seseorang apakah akan menjadi individu yang tangguh ataupun menjadi individu yang cengeng.
Mungkin perkataan bunk karno ada benarnya jika di hubumgkan dengan realita yang terjadi saat ini dimana industry music Indonesia saat ini di dominasi oleh lagu-lagu bertemakan cinta.karena di sadari ataupun tidak lagu-lagu bertemakan cinta telah membentuk mentalitas generasi muda bangsa ini menjadi cengeng menghadapi beratnya tantangan kehidupan saat ini.sebagai contoh banyak di antara genersi muda bangsa ini rela mengorbankan masa depan mereka dengan mengatas namakan cinta.seperti ada yang rela mengakhiri hidupnya karena hanya di tinggalkan oleh orang yang ia cintai,ada yang tega menghabisi nyawa nyawa orang lain karena merasa di hianati cintanya,adapula yang mengatas namakan cinta untuk melakkan pergaulan bebas di luar nikah yang berakibat rusaknya massa depan mereka. Hal-hal tersebut mungkin saja muncul karena mereka terinspirasi dari lagu-lagu cinta yang mendayu-dayu dan terkesan cenggeng yang selalu mereka dengar setiap hari baik di televisi maupun radio.
Akan di bawa kemanakah nasib bangsa ini di masa yang akan datang jika generasi muda yang merupakan pelanjut tongkat estafet suatu bangsa lebih di sibukan oleh kehidipan asmara pribadinya di bandingkan di bandingkan memikirkan masa depanya sendiri apalagi memikirkan nasib bangsanya.padahal era globalisasi saat ini menuntut kita untuk menjadi inividu yang tanngguh agar mampu bersaing dengan bangsa-bansa lain yang ada di dunia ini.
Apabila generasi patahati ini masih terus di pelihara maka niscaya nasib bangsa Indonesia akan semakin terpuruk dan tertinggal dengan bangsa-bangsa lain yang ada di dunia Karena seperti yang kita ketahui nasib suatu bangsa sangat di tentukan dengan seberapa berkualitasnya generasi muda yang di miliki oleh bangsa tersebut.oleh sebab itu kita sebagai generasi muda bangsa ini untuk merenungkan hal tersebut demi kebaikan bangsa Indonesia di masa yang akan datang.

Salam perlawanan
Yanuar A Putra
*ANONIM*

Hidupku senada dengan nyanyianku.
Aku bukanlah mereka; tetapi inilah aku.
Bukanlah aku jika takut pada rasa pilu.
Mereka yang lara;mereka juga deritaku.
Bukanlah aku jika tak untuk mereka,
Untuk mereka yang tertindas dan terbungkam.
Aku datang dari rakyat dan bernyanyi bersama rakyat.
Nyanyian ku adalah nyanyian rakyat dan derita bagi mereka para birokrat.
Mereka mengatakan padaku ;aku tidak lebih dari seorang pemimpi.
Mungkin,mungkin sekali,tetapi aku bermimpi untuk suatu perubahan.
Aku berasal dari padi yang mereka taman dan barang yang mereka buat.
Kau tak pernah bisa mencariku dalam buku-buku mu.
Melainkan pada buruh dan petani,
Orang-orang yang telah mengajariku sesuatu yang tak terbatas di muka bumi ini.

YANUAR.A.PUTRA
SAATNYA BANGKIT MELAWAN KORUPSI

Persoalan korupsi bukan sesuatu yang sederhana ,di dalamnya menyangkut kebiasan yang sudah menjadi gejala umum,setingkat kebudayaan manusia itu sendiri.Soeharto adalah tokoh yang terbaik, yang berjasa besar dalam menjadikan bangsa dan negara ini di rusak oleh prilaku korup para kroninya.
Korupsi bisa di katakan sebagai kegiatan yang merusak dan menghancurkan, per-definisi tidak sederhana untuk menyimpulkanya.tak ada kata lain di dunia ini yang hanya bermakna negative sebagai mana kata corruption, yang berasal dari bahasa latin.bahkan seperti yang di katakana oleh cristian fleck dan helmut kuamics, seseorang yang biasa melakukan korupsi berangsur-ansur akan mati rasa dan tak menyadari bahwa dirinya telah menjadi korup.[1]
Korupsi lebih jauh di jabarkan sebagai tindak penyelewengan,tidak sebagaimana mestinya,sesuatu yang di luar aturan formal yang bersifat merusak atau mematikan suatu sistem, korupsi dapat kita ibaratkan sebagai penyakit epidemic (menular) yang menyebar , menular, dan bahkan merusak ke seluruh aspek kehidupan. Dari penyuapan kepada pejabat untuk penyalahgunaan wewenang,hingga kebobrokan moral secara umumnya.secara praktik kehidup korupsi berdekatan denganpengaruh,proteksi,hubungan,minat,intrik,uangpelican,pemerasan,tekanan,rangsangan,kerja gelap dan pelanggaran norma. Semuanya tidak bisa di jabarkan secara ilmiah karena mempunyai bias arti yang sangat beragam.
Munculnya Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) tidak dengan sendirinya memberikan jalan keluar atas berbagai tindakan korupsi selama ini di Indonesia. Bukan saja sistem pemilihannya juga terbuka kemungkinan untuk dikorupsi, orang-orang yang dipilih pun punya kemungkinan melakukan korupsi karena kekuasaannya yang besar bisa menjadi pedang bermata dua. Ia bisa menjadi penekan yng ampuh bagi berhasilnya pemberantasan korupsi, tetapi juga menjadi faktor penekan untuk menaikan posisi tawar mereka dalam bagi-bagi hasil korupsi.
Kwiek Kian Gie pernah menyatakan, kalau saja 30% uang korupsi bisa dikembalikan maka Indonesia tidak perlu meminjam dana luar negri apalagi menaikan harga bahan bakar minyak(BBM). Jika benar pernyataan itu betapa besarnya tingkat korupsi di negeri ini. Sebagaimana ditunjukkan dalam rengking di dunia Indonesia saat ini dicap sebagai salah satu negara terkorup ,karena Indonesia saat ini menempati urutan keenam negara terkorup di dunia. Bukan saja pelakunya itu terdiri atas kaum birokrat, penguasa politik, pelaku ekonomi, tetapi perilaku korupsi juga bisa dilakukan oleh siapa saja. Termasuk orang-orang yang memposisikan dirinya dalam lembaga pengawasan seperti legislative, yudikatif, bahkan tidak tertutup kemungkinan dilkukan pula oleh lembaga-lembaga advokasi, dan swadaya masyarakat ( LSM ).
Polisi di jalan raya pun bisa melakukan korupsi, ketua RT diruang tamunya juga bisa melakukannya, pejabat negara yang berwenang mengeluarkan ijin potensial sebagai koruptor. Semua bisa dilakukan di sebuah negeri yang memposisikan negara secara structural sebagai sentral kekuasaan. Otoritas-otoritas kekuasaan yang dominan memberi peluang tumbuhnya penyelewengan atau penilaian tidak sewajarnya. Dalam perilaku kebudayaannya pun banyak orang yang menyebu dirinyat sebagai intelektual juga bisa melakukan korupsi. Ia bisa berupa peniadaan dan pengadaan sesuatu karena disukai dan tidak disukai.
Seperti penyakit epidemic, penyebab dan motif tindak korupsi seperti virus perusak yang potensial berkembang secara cepat. Bahkan pada situasi keseharian, seorang pegawai rendahan bisa juga melakukan korupsi, karena frustasi pada situasi ekonominya dan lemahnya iman serta mentalitasnya. Korupsi menjadi salah satu cara atau alat untuk melipat gandakan imbalan secara tidak wajar dan semestinya . korupsi merupakan budaya laten yang selama ini menggerogoti kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Oleh sebab itu, dengan momentum 100 tahun kebangkitan Nasional dan 63 tahun Indonesia Merdeka kini saatnya kita sebagai Generasi Muda bangkit sebagai pionir untuk melakukan perlawanan terhadap korupsi di Indonesia. Guna mencapai Republik Indonesia yang merdeka secara seutuhnya dan terciptanya tatanan masyarakat sosialis Indonesia yang sejahtera.
SALAM PERLAWANAN…..!!!

YANUAR.A.PUTRA
MAHASISWA DAN TRANSISI DEMOKRASI DI INDONESIA

Peranan inti pada awal pecahnya Transisi demokrasi diambil bukan oleh mereka para cendikiawan yang tersingkirkan oleh suatu Rezim,bukan juga oleh mereka kelas-kelas tertindas, melainkan oleh mereka kaum muda,atau sebagai mana orang Indonesia menyebut mereka,Mahasiswa.(Benedict Anderson)

Sudah sepuluh tahun kita melalui periode transisi demokrasi sejak turunya presiden soeharto dari kursi kekuasaanya.Masih segar dalam ingatan sebagian besar rakyat Indonesia bagaimana aksi Mahasiswa 98” berhasil memaksa Soeharto untuk mundur dari kursi jabatan Presiden Indonesia pada waktu itu.tetapi kini aksi Mahasiswa semacam itu seakan sudah tak terdengar lagi .Kini Mahasiswa cenderung disibukan oleh kehidupanya sendiri dan kini aksi Mahasiswa lebih dominan menonjolkan golonganya masing-masing di bandingkan rasa kebersaman.
Padahal saat ini rakyat sangat merindukan aksi Mahasiswa untuk dapat memperjuangkan hak-hak mereka.karena dirasakan rakyat saat ini kebijakan-kebijakan yang di buat oleh pemerintah sangat tidak merakyat dan justru sebaliknya kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah saat ini sangat membebani kehidupan mereka dan cenderung menguntungkan dan berpihak pada para pemodal.
Sering menjadi pertanyaan rakyat saat ini adalah kemanakah sekarang para aktivis Mahasiswa 98” yang dahulu kerap memperjuangkan kepentingan rakyat.Di manakah sekarang nama-nama seperti Boediman soedjatmiko, Fachri hamzah, Fajroel ranchman,Dita indah sari,Anas urbaningrum. yang dahulu kerap muncul di TV,Koran dan radio pada waktu terjadi Reformasi.Apakah sekarang mereka telah menganggap bahwa perjuangannya telah selesai dengan telah lengsernya Soeharto.atau mungkin kini mereka telah bergabung dengan pemerintah saat ini sehingga tidak mungkin mereka mengeritik pemerintahan mereka sendiri dan mungki pulu kini mereka kini sedang asik berebut kursi pemerintahan sehinga membuat mereka lupa dengan apa yang dahulu kerap mereka perjuangkan.Akankan sejarah aksi Mahasiswa 98” akan berakhir sama dengan aksi Mahasiwa 66”.Dimana pada saat itu Mahasiswa 66” adalah pihak yang sangat kontra dengan Pemerintahan Soekarno yang otoriter.tetapi setelah rezim orde lama tumbang dan di gantikan oleh rezim orde baru dan sebagian besar para aktivis Mahasiswa 66” bergabung dalam Pemerintahan orde baru membuat mereka berubah dari pihak yang anti dengan pemerintahan yang otoriter menjadi pihak yang apatis dan cenderung mendukung dengan kebijakan orde baru pimpinan soeharto yang sangat otoriter. Apakah sejarah aksi mahasiswa akan selalu seperti ini akankah selamanya transisi demokrasi di Negeri ini selalu di manfaatkan oleh para oportunis yang mengatas namakan rakyat.
Sebenarnya kelemahan aksi mahasiswa di Indonesia adalah Mahasiswa hanya bisa merobohkan rezim otoriter yang berkuasa tanpa bisa membangun rezim baru yang lebih baik.dan untuk membangun pemerintahan yang baru mereka masih memerlukan bantuan dari pihak lain(militer,tokoh-tokoh tua) yang mana pihak lain tersebut pemikiranya tidak jauh berbeda dari rezim yang mereka robohkan.selain itu mereka hanya bisa merobohkan suatu rezim otoriter tanpa bisa mengganti sistem pemerintahan yang di tinggalkan oleh rezim tersebut.sehingga mereka yang bergabung pada pemerintahan yang baru bukan merubah sistem justru mereka yang dirubah oleh sistem tersebut. Ketidak mampuan Mahasiswa 98” merubah sistem peninggalan Orba menurut Culla merupakan dampak dari konsep NKK/BKK(normalisasi kehidupan kampus) pada zaman Orde baru yang membuat Mahasiswa kehilangan otonomi politiknya berkaitan dua hal sekaligus :pertama, mereka menjadi kehilangan ruang politik yang bebas dalam membangun aktivitas kreatif. Karena mahasiswa hanya di mungkinkan menggeluti politik sebatas ilmiah, teori dan konsep, maka dengan sistem tersebut dampaknya hanya melahirkan generasi kampus yang tak punya kepedulian, kepekan dan tanggung jawab sosial. Suasana kampus menjadi steril bagi pengembangan jiwa dan wacana kritis praksis mahasiswa. Kedua, mahasiswa kehilangan basis organisasinya,tempat dimana mereka berkiprah,Organisasi ekstra dan intra kampus telah dipisahkan, padahal melalui interaksi antara keduanya diharapkan dapat melahirkan suatu generasi kampus yang mempunyai gerakan kritis agar mampu mengubah sistem rezim yang dihadapi,dengan konsep NKK/BKK itu maka peranan yang dimainkan oleh organisai ekstra dan intra kampus menjadi lumpuh yang berakibat melahirkan generasi kampus yang “prematur “ dalam henghadapi Transisi Demokrasi (Miftah hudin :radikalisasi pemuda).
Sehingga Transisi Demokrasi yang terjadi selama ini di Indonesia selalui di manfaatkan oleh mereka para oportunis yang selama rezim sebelumnya berkuasa tidak memiliki kesempatan untuk berkuasa tetapi dengan “bantuan aksi mahasiswa”mereka dapat mencapai kekuasan tersebut dengan bepura-pura ikut-ikutan memperjuangkan kepentingan rakyat.oleh karena itu kita sebagai mahasiswa dan generasi penerus bangsa harus bisa menyikapi fenomena tersebut agar sejarah kelam transisi demokrasi yang terus terjadi selama ini tidak terulang lagi di negri ini.

Salam perlawanan…!!!

YANUAR .A.PUTRA