Selasa, 18 Mei 2010

makalah etika profesi hukum

BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG

Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menuntut adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu, Undang-undang Dasar juga menentukan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Dalam usaha mewujudkan prinsip tersebut dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting disamping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum lainnya seperti polisi, jaksa, dan hakim.
Kemandirian dan kebebasan yang dimiliki oleh profesi advokat harus diikuti oleh adanya tanggung jawab dari masing-masing advokat dan organisasi profesi yang menaunginya. Sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, bahwa organisasi advokat wajib menyusun kode etik advokat untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi advokat sebagai profesi yang terhormat dan mulia (officium mobile), sehingga setiap advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik tersebut.
Dalam pembukaannya, Kode Etik Advokat Indonesia menyatakan bahwa kode etik tersebut sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan profesi advokat, yang menjamin dan melindungi namun juga membebankan kewajiban kepada setiap advokat untuk jujur dan bertanggun jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara, atau masyarakat, dan terutama kepada dirinya sendiri. Dan untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kode etik tersebut, maka organisasi advokat membentuk suatu dewan kehormatan yang juga berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh advokat.


B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah penegakan Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) terkait pada pelanggaran-pelanggaran terhadap kode etik tersebut?























BAB II
PEMBAHASAN


A. KASUS

Sebuah kasus pelanggaran KEAI diajukan oleh Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) kepada Dewan Kehormatan Daerah Perhimpunan Advokat Indonesia (DKD PERADI) Jakarta. KASUM mengadukan M. Assegaf dan Wirawan Adnan yang tergabung dalam tim kuasa hukum Pollycarpus Budiharto atas dugaan pelanggaran KEAI. Keduanya dianggap telah melanggar ketentuan Pasal 7 huruf (e) KEAI.
Ketentuan dalam Pasal 7 huruf (e) KEAI mengatur bahwa advokat tidak dibenarkan mengajari dan/atau mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh Jaksa Penuntut Umum dalam perkara pidana. Dalam kasus ini, keduanya dianggap telah mempengaruhi saksi dengan mengirimkan surat klarifikasi kepada Badan Intelijen Negara (BIN). Selain itu, mundurnya kedua pengacara senior tersebut dari tim penasihat hukum Indra Setiawan juga dianggap melanggar kode etik. Kemudian setelah melakukan pemeriksaan atas aduan tersebut, berjalan selama kurang lebih 6 bulan, pada hari Jumat 14 Maret 2007 DKD PERADI menjatuhkan putusan.
Dalam putusan tersebut, Majelis Kehormatan yang dipimpin oleh Alex R. Wangge ini menghukum M. Assegaf dan Wirawan Adnan dengan pemberian peringatan keras karena sifat pelanggarannya berat. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 16 angka 2 huruf (b) tentang saksi-saksi atas pelanggaran KEAI. Majelis Kehormatan juga menyatakan dalam pertimbangan hukumnya bahwa tuduhan tentang adanya upaya untuk mempengaruhi saksi telah terpenuhi meskipun pihak teradu yakni M. Assegaf dan Wirawan Adnan mendalilkan bahwa mereka tidak pernah berhubungan dengan saksi baik di luar maupun pada saat persidangan. Namun, secara tidak langsung, surat yang disampaikan kepada Kepala BIN itu telah mempengaruhi saksi yang mengaku berasal dari BIN.
Sedangkan mengenai tuduhan yang kedua tentang pengunduran diri para teradu dari tim kuasa hukum Indra Setiawan, Majelis Kehormatan tidak sependapat dengan KASUM yang menyatakan bahwa hal tersebut telah melanggar Pasal 4 huruf (i) KEAI, yakni advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan. Menurut Majelis Kehormatan, tuduhan tersebut tidak terbukti dan bahkan dibenarkan karena pengunduran diri tersebut dilakukan untuk menghindari pelanggaran terhadap kode etik mengenai pertentangan kepentingan yang diatur dalam Pasal 4 huruf (i) KEAI, yakni advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila di kemudian hari timbul pertentangan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Dalam perkara ini, Majelis Kehormatan membenarkan alasan yang dikemukakan oleh teradu, karena konflik kepentingan dapat saja terjadi jika M. Assegaf dan Wirawan Adnan tetap menjadi kuasa hukum Indra Setiawan, dimana pada satu posisi keterangan Indra Setiawan yang mengaku menerima surat dari wakil kepala BIN untuk menugaskan Pollycarpus dianggap dapat merugikan kepentingan Pollycarpus, sementara itu disisi lain M. Assegaf dan Wirawan Adnan juga sedang memperjuangkan nasib Pollycarpus di tingkat peninjauan kembali.


B. ANALISIS KASUS

Undang-Undang No. 18 tahun 2003 tentang profesi Advokat adalah salah satu peraturan perundang-undangan yang lahir setelah amandemen UUD 1945. Dengan berlakunya undang-undang ini adalah peristiwa terpenting di dalam sistem penegakan hukum di Indonesia, dimana telah terjadi suatu lompatan besar yang jauh kedepan dalam sejarah profesi Advokat. Berdasarkan Undang-Undang ini, profesi advokat semakin diakui eksistensinya sebagai penegak hukum sejajar dengan profesi penegak hukum lainnya seperti polisi, jaksa dan hakim.
Undang-undang No. 18 Tahun 2003 secara umum mengatur mengenai advokat. Secara khusus ada ketentuan yang mengatur untuk dibentuk suatu kode etik profesi yang terkait dengan keluhuran dan kehormatan martabat profesi advokat. Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) mengatur bagaimana seorang advokat bertindak dalam menjalankan profesinya selain berdasar pada undang-undang advokat. KEAI mempunyai sifat yang kuat karena berdasar dari dan merupakan amanat Undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Terkait dengan aduan KASUM kepada DKD PERADI tentang tindakan M. Assegaf dan Wirawan Adnan, putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Kehormatan yaitu peringatan keras karena sifat pelanggarannya berat cukup tepat. Tindakan kedua advokat tersebut yang mengirimkan surat klarifikasi kepada kepala BIN telah melanggar ketentuan Pasal 7 huruf (e) KEAI karena telah mempengaruhi saksi dari pihak lawan atau JPU. Meskipun mereka berdalih bahwa mereka tidak pernah berhubungan secara langsung dengan saksi. Namun, adanya surat klarifikasi tersebut telah mempengaruhi saksi walaupun pengaruh tersebut tidak secara langsung. Sanksi atas pelanggaran tersebut diberikan sesuai dengan ketentuan Pasal 16 angka 2 huruf (b) yakni peringatan keras karena sifat pelanggarannya berat.
Untuk tuduhan kedua yang diajukan KASUM, tindakan pengunduran diri M. Assegaf dan Wirawan Adnan tidak melanggar pasal 4 huruf (i) KEAI. Pihak KASUM menganggap kedua advokat itu berusaha melepaskan diri dari tanggung jawabnya pada saat klien berada dalam posisi yang tidak menguntungkan dan mungkin dapat mengalami kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi. Alasan Majelis Kehormatan cukup berdasar yaitu advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari hubungan dengan kliennya (ketentuan Pasal 4 huruf (i) KEAI). Kepentingan bersama pihak tersebut adalah kepentingan antara Indra Setiawan dan Pollycarpus. Jika kedua advokat tersebut masih menjadi kuasa hukum Indra, segala urusan mengenai kesaksian dapat merugikan Pollycarpus yang juga merupakan klien mereka. Sementara itu di lain pihak mereka juga sedang memperjuangkan Pollycarpus dalam upaya peninjauan kembali.
Putusan Majelis Kehormatan mengikat advokat yang merupakan anggota dari ikatan profesi advokat tersebut. Hal ini sejalan dengan ketentuan Undang-undang No. 18 Tahun 2003 yang menentukan adanya suatu kode etik untuk dipatuhi dan ditaati yaitu Kode Etik Advokat Indonesia. KEAI ini dinyatakan berlaku bagi setiap orang yang menjalankan profesi advokat di Indonesia tanpa terkecuali.























BAB II
PENUTUP


SIMPULAN

Kode Etik Advokat Indonesia merupakan suatu kode etika yang dibuat oleh organisi advokat yang ada di Indonesia atas prakarsa Komite Kerja Advokat Indonesia. KEAI ini dibentuk berdasar amanat dari Undang-undang No. 18 Tahun 2003 yang menentukan dibentuknya suatu kode etik bagi advokat dalam menjalankan profesi dan tugas sebagai advokat. KEAI ini berlaku bagi setiap orang yang menjalankan profesi advokat di Indonesia tanpa terkecuali.
Pelaksanaan berjalannya KEAI dilakukan oleh suatu dewan kehormatan yang mempunyai tugas melakukan pengawasan pelaksanaan KEAI serta berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik yang dilakukan advokat. Atas pelanggaran terhadap KEAI, dapat dikenakan sanksi-sanksi yang diberikan oleh Majelis Dewan Kehormatan sesuai dengan jenis dan sifat pelanggaran.














DAFTAR PUSTAKA


Harahap, M. Yahya. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Penyidikan dan Penuntutan Edisi Kedua. Jakarta : Sinar Grafika
K. Lubis, Suhrawandi. 2002. Etika Profesi Hukum. Jakarta : Sinar Grafika
Muhammad, Abdulkadir. 2001. Etika Profesi Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
Sungguh, As’ad. 2004. Etika Profesi. Jakarta : Sinar Grafika
Komite Kerja Advokat Indonesia. 2002. Kode Etik Advokat Indonesia. Jakarta : Komite Kerja Advokat Indonesia

1 komentar:

Ranyrxny mengatakan...

KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....