Selasa, 18 Mei 2010

makalah praperadilan dan bantuan hukum

BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG
Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri. Praperadilan merupakan kesatuan pada setiap pengadilan negeri sebagai kesatuan yang tidak terpisah.
Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutuskan tentang :
a) Sah atau tidaknya upaya paksa (penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan);
b) Sah tidaknya upaya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
c) Memeriksa tuntutan ganti kerugian berdasarkan alasan penangkapan atau penyitaan yang bertentangan dengan ketentuan hukum; penggeledahan atau penyitaan yang bertentangan dengan ketentuan hukum; kekeliruan mengenai orang yang sebenarnya mesti ditangkap, ditahan, atau diperiksa;
d) Memeriksa permintaan rehabilitasi.

B. RUMUSAN MASALAH
Berkaitan dengan wewenang lembaga praperadilan memeriksa dan memutus sah tidaknya upaya penghentian penyidikan atau penghentian perkara, harus dengan jelas dibedakan antara tindakan hukum penghentian penuntutan dengan pengenyampingan (deponering) perkara. Dalam penjelasan pasal 77 KUHAP telah ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan penghentian penuntutan tidak termasuk penyampingan perkara untuk kepentingan umum yang menjadi wewenang jaksa agung. Hal-hal yang akan menjadi pembahasan adalah :
1. Bagaimana perbedaan antara penghentian penuntutan dengan deponering?
2. Bagaimana upaya perlawanan pihak ketiga dalam praperadilan terkait dengan masalah deponering?
BAB II
PEMBAHASAN


A. DEPONERING (PENYAMPINGAN PERKARA)
Pada penyampingan perkara (deponering) demi kepentingan umum, pihak tersangka/terdakwa memang mempunyai cukup alasan dan bukti untuk diajukan dan diperiksa di muka sidang pengadilan. Berdasar fakta dan bukti yang ada kemungkinan besar tersangka/terdakwa dapat dijatuhi hukuman. Namun, perkara tersebut sengaja dikesampingkan dan tidak dilimpahkan ke sidang pengadilan oleh penuntut umum dengan alasan demi kepentingan umum. Kepentingan umum yang dimaksud adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas.
Penyampingan perkara ini merupakan pelaksanaan asas oportunitas yang hanya dapat dilakukan oleh jaksa agung setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut.
Dalam penyampingan perkara, hukum dan penegakan hukum dikorbankan demi kepentingan umum. Seseorang yang cukup terbukti melakukan tindak pidana perkaranya dikesampingkan (dideponir) dan tidak diteruskan ke sidang pengadilan dengan alasan demi kepentingan umum. Asas oportunitas ini bertolak belakang dengan asas legalitas, dimana semua orang adalah berkedudukan sama di hadapan hukum.

B. PENGHENTIAN PENUNTUTAN
Pada penghentian penuntutan, suatu perkara dihentikan berdasar pada alasan dan kepentingan hukum. Landasan/dasar dihentikannya suatu penuntutan perkara adalah :
1. Perkara yang bersangkutan tidak mempunyai pembuktian yang cukup, sehingga jika tetap diajukan ada kemungkinan besar terdakwa akan dibebaskan. Untuk menghindari kemungkinan tersebut, penuntut umum menghentikan penuntutan.
2. Apa yang dituduh/didakwa kepada tersangka/terdakwa bukan merupakan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran. Dakwaan yang bukan merupakan tindak pidana kejatahan atau pelanggaran yang diajukan ke sidang pengadilan pada dasarnya hakim akan melepaskan terdakwa dari segala tuntutan.
3. Perkara tersebut ditutup demi hukum. Penghentian perkara ini adalah tindak pidana yang terdakwa oleh hukum sendiri telah dibebaskan dari tuntutan atau dakwaan dan perkara itu sendiri oleh hukum harus ditutup atau dihentikan pemeriksaannya pada semua tingkat pemeriksaan. Alasan hukum yang menyebabkan suatu perkara ditutup demi hukum berdasar pada antara lain :
a. Karena tersangka/terdawa meninggal dunia
b. Atas alasan nebis in idem
c. Terhadap perkara yang hendak dituntut oleh penuntut umum ternyata telah kadalauwarsa

C. DEPONIR TIDAK TERMASUK DALAM RUANG LINGKUP PRAPERADILAN
Pada pertimbangan hukumnya, deponir adalah hak mutlak Jaksa Agung yang tidak dapat diadili oleh pengadilan. deponir adalah hak mutlak Jaksa Agung yang tidak bisa diadili oleh peradilan.
Deponir yang diatur dalam pasal 35 huruf c UU 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, merupakan kewenangan khusus yang dimiliki Jaksa Agung. “Kewenangan adalah suatu kebijakan, bukan tindakan hukum. Jadi pengadilan tidak berhak menilainya.”
Penggunaan deponir sendiri, merupakan penerapan asas oportunitas. Jaksa dalam proses penuntutan perkara pada prinsipnya terdapat dua asas. Yaitu asas legalitas, dimana jaksa harus menuntut setiap perkara berdasarkan peraturan yang berlaku. Dan asas oportunitas, dimana jaksa berjak menyampingkan perkara demi kepentingan umum.
Sedangkan mengenai apa saja yang termasuk ke dalam 'kepentingan umum’ tidak ada satupun peraturan hukum yang merincinya secara jelas. Sejauh ini hanya diatur dalam penjelasan Pasal 35 huruf c undang-undang kejaksaan (UU No 16 Tahun 2004) yang menyebutkan bahwa kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, negara dan masyarakat. Jadi deponir tersebut benar-benar mutlak menjadi kewenangan jaksa agung.
Hingga saat ini belum ada batasan-batasan yang jelas mengenai kepentingan umum. Penjelasan Pasal 35 huruf c UU Kejaksaan hanya mengatur secara global dan tidak konkret. Oleh karena itu, dalam praktik istilah “kepentingan umum” dalam deponir menjadi sangat relatif dan subjektif, yang sangat jelas merugikan para pencari keadilan.

D. PERLAWANAN PIHAK KETIGA
Deponir adalah kewenangan jaksa agung yang rawan dengan penyimpangan. Jaksa agung harus benar-benar dapat mempertanggungjawabkan kebijakan deponir kepada publik.
Dalam konteks Indonesia, Jaksa Agung merupakan bagian dari eksekutif, maka jaksa agung harus mampu mempertanggungjawabkannya kepada presiden. Apakah dalam pelaksanaannya penerbitan deponir sudah sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik atau tidak. Oleh karenanya, bagi jaksa agung yang tidak mampu mempertanggungjawabkan kebijakannya menggunakan deponir, harus siap menanggung sanksi politis seperti dicopot dari jabatannya.
Bagi pencari keadilan tidak perlu khawatir terhadap deponir. Ada jalan bagi pencari keadilan untuk melakukan “perlawanan.” Karena pada prinsipnya deponir adalah kebijakan jaksa agung, maka deponering di kemudian hari bisa dibatalkan oleh kebijakan lainnya dari jaksa agung. Selain itu, karena sifat kebijakan deponir yang final, individual dan konkret, maka deponir jaksa agung juga bisa digugat di peradilan tata usaha negara,”



BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
Pada penyampingan perkara, hukum dikorbankan demi kepentingan umum. Sedangkan, pada penghentian penuntutan berdasarkan pada alasan hukum dan demi tegaknya hukum. perbedaan lain adalah pada penghentian penuntutan, perkara yang bersangkutan umumnya masih dapat diajukan penuntutan kembali jika ternyata ditemukan alasan baru yang memungkinkan perkara dapat dilimpahkan ke sidang pengadilan. Sedangkan, pada penyampingan perkara tidak ada lagi alasan untuk mengajukan perkara itu kembali ke sidang pengadilan.
Penggunaan deponir oleh penuntut umum sangat rawan dengan penyimpanyan. Namun demikian, masih ada kemungkinan bagi pihak lain yang mencari keadilan melalui upaya “perlawanan pihak ketiga”
Masalah deponir ini harus diatur lebih tegas lagi terutama menyangkut kriteria perkara yang memang layak untuk dideponir. selain itu, kriteria tersebut harus bisa diuji publik sehingga bisa menjadi alat kontrol bagi publik untuk menghindari penyalahgunaan deponir.












DAFTAR PUSTAKA



Yahya Harahap, M. 2000. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta : Sinar Grafika
Yahya Harahap, M. 2000. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta : Sinar Grafika
http://anggara.org/2007/09/25/tentang-pra-peradilan/ diakses pada 26 Maret 2008
www.hukumonline.com diakses pada 26 Maret 2008

1 komentar:

Ranyrxny mengatakan...

KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....