Kamis, 28 Januari 2010

filsafat hukum alam

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut kodrat alam, manusia dimanapun dan pada zaman apapun selalu hidup bersama dan berkelompok. Sejak lahir manusia mempunyai hasrat untuk berkumpul dengan sesamanya dalam suatu kelompok, suatu hasrat untuk bermasyarakat. Aristoteles yang hidup pada tahun sebelum masehi : (384-322) seorang ahli piker bangsa Yunani Kuno, dalam ajarannya mengatakan, bahwa menusia adalah zoon politicon, maksudnya bahwa manusia itu sebagai makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia. Jadi makhluk yang suka bermasyarakat. Oleh karena sifatnya yang suka bergaul satu sama lain maka manusia disebut sebagai makhluk sosial dan makhluk bermasyarakat.
Sebagai makhluk sosial, di dalam pergaulan hidupnya manusia salimg mengadakan hubungan, yang jumlah dan sifatnya tak terhingga banyaknya orang-orang itu mempunyai kepentingan masing-masing. Di dalam masyarakat memungkinkan kepentingan-kepentingan itu bertemu dalam suatu kontak. Kontak yang saling menjauhkan apabila kepentingan-kepentingan itu saling bertubrukan atau mungkin kontak saling mendekat apabila kontak saling menguntungkan. Hal ini sudah dimengerti, bahwa orang yang hidup dalam masyarakat, di satu pihakmelindungi kepentingannya masing-masing terhadap bahaya dari masyarakat itu sendiri, sedangkan dilain pihak senantiasa berusaha untuk saling tolong menolong dalam mengejar kepentingan bersama.
Usaha melindungi kepentingan tersebut dapat dicapai karena sebelumnya telah diadakan peraturan yang dapat menjadi ukuran bagi tingkah laku orang-orang. Peraturan-peraturan ini mengharuskan orang dalam pergaulan hidup bermasyarakat sedemikian rupa sehingga kepentingan orang lain dapat terjaga.
Didalam kehidupan manusia sehari-hari seringkali terjadi perbenturan kepentingan. Perbenturan kepentingan ini menyebabkan norma-norma yang ada dalam masyarakat menjadi goyah atau kacau. Oleh karena itu diperlukan sesuatu yang dapat menyeimbangkannya kembali dan hal itu adalah hukum. Tujuan hukum yang paling hakiki adalah keadilan.
Sejarah umat manusia dalam usahanya menemukan absolute justice (keadilan yang mutlak) sering menemukan kegagalan umat manusia untuk mencari keadilan tersebut. Dengan usaha yang sedemikian rupa itu maka munculah hukum yang bersumber baik dari tuhan maupun dari rasio manusia yang berlaku universal, yang lebih tinggi dari hukum positif dan hukum itu dikenal dengan istilah hukum alam. Hukum alam sendiri bersumber dari Tuhan (Irrasional) dan Hukum alam yang bersumber pada rasio manusia (rasional). Hukum alam yang berasal dari Tuhan dianut oleh Kaum scholastic abad pertengahan seperti pemikira dari Thomas van Aquino, Gratianus (Derectum), John Salisbury, Dante, Pierre Dubois, Marsilus Padua, Johannes Huss, dll. Dan hukum alam yang bersumber dari rasio manusia dianut oleh Hegel dan Immanuel Kant.

B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang dikemukakan diatas maka perumusan masalah yang dapat diambil oleh penulis adalah :
“Apakah yang membuat hukum mengikat atau ditaati oleh anggota masyarakat berdasarkan perspektif hukum alam ?”








BAB II
PEMBAHASAN

Hukum alam merupakan hukum yang bersifat abadi dan universal. Sejarah umat manusia berusaha untuk menemukan keadilan yang mutlak atau yang seriung disebut dengan absolute justice meskipun dalam perkembangannya sering mengaami kegagalan. Manusia mencari pembenaran akan nilai keadilan.
Pengertian hukum alam berubah-ubah sesuai dengan perubahan masyarakat dan keadaan politik. Sepanjang sejarah dapat diketahui banyaknya peranan hukum alam seperti hukum alam berubah hukum romawi yang lama menjadi suatu sistem hukum umum yang berlaku diseluruh dunia. Hukum alam digunakan sebagai senjata dalam perebutan kekuasaan antara gereja dan kaiar-kaisar Jerman. Hukum alam digunakan sebagai dasar hukum internasional dan rasa kebebasan perseorangan terhadap pemerintah yang absolute.
Menurut Thomas Aquino dalam bukunya yang sangat terkenal yaitu Summa Theologika, dan De Regimene Prinsipum menerangkan ada empat golongan hukum yaitu :
a lex aeterna, merupakan rahasia Tuhan yang mengatur segala hal dan merupakan sumber dari segala hukum.
b Lex divina, bagian dari rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh manusia berdasarkan waktu yang diterimanya.
c Lex naturalis, merupakan hukum alam yang merupakan penjelmaan dari lex aeterna di dalam rasio manusia.
d Lex positifis, hukum yang berlaku merupakan bagian dari hukum alam oleh manusia yang dilaksanakan dengan syarat khusus yang diperlukan oleh keadaan dunia.
Thomas Aquino membagi asas hukum alam dalam dua jenis yaitu, prinsipia prima dan prinsipia sekunderia. Prinsipia prima tak lain adalah asas-asas yang dimiliki oleh manusia semenjak dia lahir dan bersifat mutlak, dalam arti tak dapat diasingkan darinya. Karena sifatnya yang demikian prinsipia prima tidak dapat berubah ditempat manapun dan dalam keadaan apapun. Contoh sepuluh perintah Tuhan. Dalam hal ini, terlihat bahwa masyarakat menaati hukum karena sifat dasar yang ada pada dirinya untuk menjalankan apa yang diperintah oleh Tuhan. Secara tidak langsung alam mengajarkan kepada manusia untuk mengakui kekuatan yang meebihi dari apa yang manusia punya.
Prinsipia sekundaria merupakan asas yang diturunkan dari prinsipia prima, berarti tidak berlaku mutlak dan terikat oleh tempat dan waktu. Dalam hal ini dapat dikatakaan bahw aprinsipia sekunderia merupakan penafsiran manusia dengan menggunakan rasionya. Prinsipia sekunderia ini tidak mengikat masyarakat umum. Baru dapat dikatakan mengikat apabila hukum positif memberikan kepada asas-asas ini. contohnya undang-undang.
Dekretum gratianum yang merupakan suatu himpunan tertua hukum gereja susunan seorang rahib Italia bernama Gratius mengatakan bahwa manusia dikuasai oleh dua hukum yakni, hukum alam dan adat kebiasaan. Grotius mengatakan, hukum alam lahir bersamaan dengan terciptanya manusia sebagai mahkluk yang berakal. Hukum alam tidak akan berubah sepanjang jaman. Terhadap hukum-hukum lainnya hukum alam mempunyai kedudukan yang lebih tinggi.
Willian Occam mengatakan bahwa hkum itu identik dengan kehendak Tuhan. Seorang sarjana Spanyol Frascisco Suares mengatakan bahwa, manusia yang bersusila dalam pergaulan hidupnya diatur oleh suatu ketentuan yang disebut sebagai suatu peraturan umum yang harus memuat unsure-unsur kemauan dan akal. Tuhan adalah pencipta hukum alam yang berlaku disemua tempat dan semua waktu dan berdasarkan akalnya manusia dapat menerima adanya hukum alam tersebut dan dengan demikian manusia dapat membedakan mana yang adil dan mana yanag tidak adil, buruk atau jahat dan baik atau jujur.
Hukum alam dapat diterima oleh manusia hanya sebagaian saja dan selebihnya adalah hasil daripada aakal manusia itu sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan behwa semua hukum alam itu merupakan kehendak Tuhan dan akal manusia. Hukum alam tidak bisa berubah-ubah. Manusia tidak dapat mengubahnya.
Hukum alam yang rasional berdasarkan pada pendapat yang dikemukakan oleh Hugo De Groot atau Grotius. Latar belakang adanya pemikiran manusia-manusia dalam hukum alam ini dimulai dengan lahirnya suatu jaman yang dikenal dengan Renaissance. Jaman ini dikatak oleh Jacob Burck Hard dalam bukunya Die Kultr Der Renaissance in Italian sebagai suatu jaman dimana manusia menemukan kembali kepribadiannya telah menyebabkan adanya perubahan yang tajam dalam segala segi kehidupan manusia. Masa renaissance menghasilkan dunia baru yang mencetuskan dimulainya asas individualism yang terus berkembang dan bertumbuh dengan pesatnya. Lahirnya renaissance sesngguhnya dimulai pada abad ke XII dimana pada abad ini secara berangsur-angsur telah terjadi perubahan cara hidup manusia. Perhatian manusia khsusnya terhadap perhitungan di dunia ini setapak demi setapak mulai mengisis jiwanya. Alam, kesenian, ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang memperoleh perhatian besar. Karenanya kesemuanya berkembang dengan pesat. Dalam dunia filsafat hukum pandangan atau pemikiran para ahlinya tidak lagi didasarkan pada ketuhanan. Bahwa rasio Tuhan merupakan satu-satunya sumber pemikira tidak lagi diterima umum.
Peranan rasio manusia tampil ke depan . rasio manusia bukan lagi merupakan penjelmaan rasio Tuhan. Rasio manusia terlepas dari ketertiban Tuhan. Rasio manusia kini yang merupakan sumber rasio satu-satunya dari hukum. Ajaran bahwa hukum alam adalah merupakan produk dari rasio manusia dan bukan berasal dari Tuhan. Dikemukakan oleh Grotius.
Pendasar dari hukum modern ini, mewariskan pikirannya dalam dua bukunya yang termasyur yaitu, De Jure Beli Ac Pacis dan Mare Liberum. Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh kaum stoa dan skholastik namun demikian, corak alamnya berbeda dengan hukum alam yang tomistis maupun neotomistis. Menurut pendapanya hukum alam itu bersumber dari mausia yaitu merupakan pencetusan daripada pikiran manusia apakah suatu tingkah laku manusia dipandang baik atau buruk, apakah tindakan manusia itu dapat diterima atau ditolak atas dasar kesusilaan alam, sebab penilaian terhadap tingkah laku manusia itu dengan yang lain harus berdasarkan atas kesusilaan alam tersebut disamping adanya hukum alam yang rasionalistis. Grotius menerima juga hukum lain yang berdasarkan ketuhanan yang bersasal dari kitab suci. Grotius mengatakan bahwa Tuhan adalah pencipta dari alam semesta secara tidak langsung Tuhan merupakan pencipta hukum alam.
Menurut Immanuel Kant, bahwa hukum alam itu bersumber dari Katagorische Imperative. Sifat hukum alamnya adalah rasionalistas dan idealistis. Disebut idealistis oleh karena ada kemungkinan terjadi suatu perbuatan manusia yang bertentangan dengan apa yang dinyatakan dalam kategori imperative. Jadilah ketentuan itu sebagai ketentuan yang tidak pernah dipenuhi jadi ketentuan yang ideal.
Hegel adalah seorangahli pikir ketiga yang dihasilkan Jerman yang memiliki pandangan-pandangan yang berpengaruh. Baik Kant, Fichte maupun Hegel mempunyai pokok pikiran yang sama yaitu menyelidiki terhadap akal menusia. Pemikiran filsafat Hegel dianggap sebagai usaha yang paling luas dan mendalam yang pernah dijalankan orang dalam memberikan penjelasan tentang alam semesta. Hegel merasa tidak puas hanya menganalisis ilmu pengetahan, logika, sejarah atau hukum saja menurut Hegel ide itu terdiri dari rasio dan roh. Ide berkembang dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks melalui proses dialektis. Menurut pendapatnya adalah apa yang rasional adalah nyata dan apa yang nyata adalah rasional. Sehingga hukum ditaati oleh masyarakat apa tidak tergantung dari rasio masyarakat itu memandang hukum itu sendiri.





BAB III
PENUTUP

A.Simpulan
Berdasarkan pandangan hukum alam, hukum mengikat dan ditaati oleh anggota masyarakat dikarenakan sumber huku alam terdiri dari dua yaitu Irasional dan Rasional. Sumber hukum alam yang irasional adalah bersumber pada hukum yang berasal dari Tuhan. Hukum rasional adalah hukum yang berasal dari rasio manusia. Thomas Aquino membagu hukum dalam 4 golongan, yaitu lex eternal, lex davina, lex naturalis dan lex positivis. Dalam hukum alam yang irasional parameter baik dan buruknya perbuatan manusia didasarkan pada kitab suci yang diturunkan oleh Tuhan sedangkan parameter hukum alam yang rasional, baik dan buruknya perbuatan manusia itu dapat diterima atau ditolak atas dasar kesusilaan alam. Persamaan dari hukum alam yang rasional dan irasional adalah keduanya bersifat universal dan abadi, tidak terbatas oleh ruang dan waktu.


peranaan visum et repertum dalam pembuktian tindak pidana perkosaan

PENDAHULUAN

latar belakang masalah:


Dalam kata "perkosan" tentu terbayang kengerian yang tak terperikan bagi kaum wanita. ada beberapa aspek yang menyebabkan perkosan memiliki arti yang mengerikan. aspek-aspek tersebut bisa di tinjau dari segi yuridis formal.segi teologis,segi sosiologis.aspek-aspek tersebut amat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap perbuatam yang dinamakan perkosan.dari segi yuridis formal masalah perkosan di rumuskan dalam pasal 285 KUHP. dalam pasal tersebut di jelaskan bahwa barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memakasa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan di ancam karena melakukan perkosan dengan pidana penjara selama dua belas tahun.

Dengan demikian dapat di ketahui bahwa perkosan menurut konstruksi yuridis peraturan per undang-undangan di Indonesia adlah perbuatan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia dengan cara melakukan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan oleh karena itu perkosan di klasifikasikan sebagai salah satu bentuk kejahatan di Indonesia dan bagi yang melakukanya di ancam sanksi pidana yang tidak ringan .belakangan ini malah ada suatu wacana yang timbul agar pelaku perkosan di hukum mati saja.perkposan di larang sebab perkosan adalah perbuatan yang melanggar Hak asasi Manusia dalam hal ini wanita.sebagai warga negara wanita memiliki jaminan pelaksanaan hak-hak secara merdeka oleh negara.perbuatan memaksa menunjukan bahwa pelaku perkosaan tiadk berhak menyetubuhi wanita yang bersangkutan.beratnya ancaman dalam peraturan per undang-undangan tersebut terhadap pelaku perkosaan disesuiakan dengan penderitaan yang di alami oleh korban perkosaan, dengan demikian diharapkan akan tercipta apa yang dinamakan asas keadilan menurut hukum yang berlaku.

Beratnya sanksi pidana dalam KUHP bagi mereka pelaku perkosaan akan terasa sia-sia jika tidak di dukung dengan alat bukti yang cukup dalam pembuktian di persidangan.alat bukti yang di gunakan dalam pembuktian tindak pidana perkosaan haruslah alat bukti yang dapat menimbulkan suatu keyakinan bagi hakim bahwa terdakwa secara meyakinkan telah melakukan tindak pidana perkosaan berdasarkan bukti alat buti yang di munculkan dalam pembuktian di sidang pengadilan.

rumusan masalah:
-apakah tujuan di buatnya visum et repertum dalam pembuktian tindak pidana perkosaan?

pembahasan

visum et repertum adalah suatu keterangan dokter tentang apa yang iya lihat dan dia temukan dalam melakukan pemeriksan terhadap seseorang yang luka atau terhadap mayat,merupakan kesaksian tertulis.menurut Dr tjan han tjong visum et repertum merupakan suatu hal yang penting dalam pembuktian karena visum et repertum sepenuhnya menggantikan CORPUS DELICTI.

Dalam perkara pidana yang lain dimana tanda buktinya merupakan suatu barang misalnya senjata api dalam tindak pidana pembunuhan,barang hasil penyelundupan,mata uang yang di palsukan,barang hasil curian atau barang hasil penggelapan dll.pada umumnya dapat di ajukan di muka persidangan pengadilan sebagai barang bukti.

Akan tetapi tidak demikian halnya dengan CORPUS DELICTI yang berupa tubuh manusia,oleh karena luka pada tubuh manusia selalu berubah-ubah yaitu mungkin akan sembuh,membusuk atau akan menimbulkan kematian dan mayatnya akan menjadi rusak dan busauk saat di kubur.jidi tidak pernah tetap seperti pemeriksaan di lakukan maka oleh karena itu CORPUS DELICTI yang demikian itu tidak dapat di ajukan ke sidang pengadilan secara mutlak harus digantikan dengan visum et repertum.

Seperti yang di uraikan tadi bahwa tugas seorang dokter dalam bidang ilmu kedokteran kehakiman adalah membantu para penegak hukum dalam mengungkap perkara pidana yang berhubungan dengan peruasakan kesehatan tubuh dan nyawa manusia,sehinnga bekerjanya harus objektif dengan mengumpulkan kenyataan-kenyataan dan menghubungkan satu sama lain secara logis untuk kemudian mengambil kesimpulan.maka oleh karenanya pada waktu memberikan laporan dalam visum et repertum harus se objektif mungkin tentang apa yang di lihat dan di temukan pada waktu pemeriksaan dan kemudian kemudian visun et repertum merupakan kesaksian tertulis.

Tidak dapat di sangkal lagi bahwa tubuh manusia selalu berubah-ubah jadi keadaan tidak statis.misalnya pada waktui tindak pidana perkosaan yang sedang di ajukan ke persidangan,akam tetapi sidangnya mungkin di lakasanakan beberpa bulan kemudian dan sementara luka akibat perkosan mungkin sudah sembuh atau semakin parah,oleh karena itu visum et reprtum di perlukan untuk menerangkan keadaan luka pada saat atau tidak lama setelah peristiwa tersebut terjadi,oleh karena iti penggiriman barang bukti harus di lakukan dengan cepat.oleh karena itu visum et repertum merupakan pengganti dari pada barang bukti yang di periksa maka pada hakekatnya visum et repertum merupakan alat bukti yang sah dalam pembuktian tindak pidana perkosaan.

KESIMPULAN

Pembuatan visum et repertum dalam tindak pidana perkosaan bertujuan untuk menerangkan tentang kondisi luka akibat perkosaan yang kemudian dapat menjadi alat bukti,karena mengingat luka pada tubuh manusia selalu akan berubah sehingga tidak sama keadaan luka pada waktu di hadapkan ke persidangan.kedudukan visum et repertum sebagai alat bukti yang sah dalam tindak pidana perkosaan dahulu memiliki kendala sebagai alat bukti yang sah jika di gumakan dalam pembuktian di sidang pengadilan,tetapi setelah berlakunya KUHAP tepatnya pada pasal 184 maka visum et repertum dapat di kategorikan sebagai alat bukti yang sah.


makalah hukum pendaftaran tanah

PENDAHULUAN

Latar belakang

Sistem pendaftaran tanah yang di gunakan dalam PP No.24 tahun 1997 adalah sistem pendaftaran tanah Hak (registration of titles) sebagaimana di gunakan dalam penyelenggaran pendaftaran tanah menurut PP No.10 tahun 1961,bukan sistem pendaftaran akta.hal tersebut tampak dengan adanya buku tanah sebagai dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkan sertifikat sebagai surat tanda bukti yang terdaftar.

Hak atas tanah,hak pengelolaan,tanah wakaf dan hak milik atas satuan rumah susun di daftar dengan membukukanya dalam buku tanah, yang memuat data yuridis dan data fisik bidang tanah yang bersangkutan dan sepanjang ada surat ukurnya di catat pula pada surat ukur tersebut.pembukuan dalam buku tanah serta pencatatanya pada surat ukur tersebut merupakan bukti,bahwa yang bersangkutanbeserta pemegang haknya dan bidang tanahnya yang diuraikan dalam surat ukur secar hukum telah di daftarkan menurut PP No.24 tahun 1997 ini. Menurut pasal 31 untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan di terbitkan sertifikat sesuai data fisik yang ada di dalam surat ukur dan data yuridis yang telah di daftarkan dalam buku tanah.

Sistem publikasi yang digunakan dalam pendaftaran tanah menurut PP No.10 tahun 1961 yaitu sistem negative yang mengandung unsur positif,karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat seperti dinyatakan dalam pasal 19 ayat (2) huruf c,pasl 23 ayat (2),pasal 32 ayat(2) dan pasal 38 ayat (2) UUPA.bukan sistem publikasi negative murni.sistem publikasi yang negative murni tidak akan menggunakan system pendaftaran hak juga tidak akan ada pernyataan seperti dalam pasal-pasal UUPA tersebut bahwa sertifikat adalah alat bukti yang kuat.

Perumasan masalah

Dari latar belakang di atas maka dapat di buat suatu rumusan masalah sebagai berikut:

-seberapa kuat kekuatan pembuktian sertifikat sebagai surat tanda bukti hak yang di daftarkan,bardasarkan ketentuan PP No.24 tahun 1997?

PEMBAHASAN

Dalam rangka memberi kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun dalam pasal 32 ayat (1) bahwa sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus di terima sebagai data yang benar, baik dalam melakukan perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam berperkara di pengadilan.

Ketentuan pasal 32 ayat (1) tersebut bukan hanya berlaku bagi sertifikat yang di terbitkan berdasarkan PP No. 24 tahun 1997 tetapi ketentuan itu juga berlaku bagi sertifikat-sertifikat yang di hasilkan dalam kegiatan pendaftaran tanah menurut PP No.10 tahun 1961,lagi pula lembaga “rechverwerking” sendiri sebagai lembaga hukum adat sudah ada dan di terapkan juga oleh Mahkamah Agung sebelum di laksanakan pendaftaran tanah menurut PP No.10 tahun 1961.

Sebagai kelanjutan perlindungan hukum kepada para pemegang hak tersebut.dinyatakan dalam pasal 32 ayat(1) bahwa dalam hal atas suatu bidang tanah sudah di terbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya maka pihak yang merasa mempunyai hak ats tanah ini tidak dapat lagi menuntut pelaksaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan kepala kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan pada pengadilan mengenai penguasan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.

Dengan pernyataan tersebut maka sertifikat merupakan alat bukti yang kuat dan bahwa tujuan pendaftaraan tanah yang di selenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan.walaupun sistem publikasi yang digunakan adalah sistem negative,ketentuan itu tidak mengurangi asas pemberian perlindungan yang seimbang baik kepada pihak yang mempunyai tanah dan di kuasai serta di gunakan sebagaimana mestinya maupun kepada pihak yang memperoleh dan menguasainya dengan itikad baik dan di kuatkan dengan pendaftaran tanah yang bersangkutan.

SIMPULAN

sistem pendaftaran yang di gunakan dalam PP No.24 tahun 1997 adalah sistem pendaftaran hak. Hal tersebut tampak dengan adanya buku tanah sebagai dokumen yang memuat data fisik dan data yuridis yang dihimpun dan disajikan serta di terbitkan sertifikat sebagai tanda bukti hak yang terdaftar.dalam rangka memberi kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun,maka dalam pasal 32 ayat (1) mengatur mengenai kekuatan pembuktian sertufikat sebagai alat bukti yang kuat.ketentuan pasal 64 PP No.24 tahun 1997 menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan pasal 32 ayat (1) tersebut bukan hanya berlaku terhadap hal-hal yang di hasilkan dalam kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan ketentuan PP No.10 tahun 1961. maka ketentuan pasal 32 ayat (1) juga berlaku bagi sertifikat-sertifikat yang di hasilkan dalam kegiatan pendaftaran tanah menurut PP No.10 tahun 1961 sehingga adanya kepastian hukum bagi para pemegang sertifikat.