Kamis, 17 September 2009

BAHAYA LATEN IMPERIALISME MODERN TERHADAP KEHIDUPAN BANGSA DAN NEGARA

Mungkin sampai dengan saat ini tidak semua rakyat Indonesia dapat mengartikan kata merdeka.bukan karena mereka tidak mengerti arti kata merdeka dalam frame etimologi bahasa,tetapi sampai dengan saat ini mereka masih kesulitan untuk memaknai arti merdeka itu sesungguhnya.bagi rakyat kecil merdeka diartikan sebagai bebas dari penjajahan asing serta bebas dari kemiskinan, kebodohan serta rasa takut. hal itulah yang tidak ditemukan oleh mereka sampai dengan saat ini dan kemerdekaan itu belum bisa dirasakan oleh mereka sepenuhnya.Lihat saja kasus lumpur lapindo,kasus bekas karyawan PT. Dirgantara Indonesia,nasib mereka para pengungasi korban bencana alam di Aceh,Yogyakarta,Nias,Bengkulu,Nusa Tenggara, kasus busunglapar di Papua dan NTT,kasus-kasus penggusuran di Jakarta di mana mereka di gusur tanpa ganti- kerugian yang jelas dengan alasan mereka telah menempati lahan hijau.sementra di sebelah kios mereka berjualan masih berdiri dengan kokoh hotel, perkantoran,Mall milik asing yang jelas-jelas memakan lahan hijau lebih besar dari kios mereka dan tidak ada satu pihak pun yang berani mengusik keberadaan bangunan tersebut.itu baru sedikit potret ketidakadilan yang terjadi di negeri yang katanya sudah merdeka lebih dari 60 tahun.
Sebenarnya sumber segala masalah yang terjadi di negri ini adalah karena sistem birokrasi yang rusak,serta ketergantungan negara kita yang amat parah kepada pihak asing (barat), sehingga kebijakan yang di buat pemerintah selalu di intervensi (di pengaruhi) oleh pihak asing sehingga kebijakan yang di hasilkan seperti tidak berpihak pada rakyat dan hanya menguntungkan para pemilik modal. Seperti Pidato Bung Karno di hadapan peserta Gerakan Non Blok beliau mengatakan : “Negara dunia ke-3 tidak akan pernah merasakan kemerdekaan sepenuhnya selama imperalisme modern masih dibiarkan hidup di muka bumi ini“.Imperalisme modern dapat di artikan sebagai bentuk penjajahan gaya baru yang dilakukan oleh barat dengan mengendalikan perekonokian negara lain. Seperti yang di katakan oleh Jhon Morgentau : “Not by the size of it’s territory, but by the way of economic control” tidak harus melihat sebesar apa suatu negara menguasai wilayah negara lain tetapi cukup dengan melihat sejauh mana negara lain (barat) melakukan kontrol di bidang ekonomi terhadap negara lain(negara dunia ke-3)hal tersebut berbeda dengan imperalisme klasik yang lebih mengutamakan kekuatan militer(fisik) untuk menguasai dan mempertahankan daerah jajahannya.
Imperalisme modern masuk ke Indonesia seiring dengan di bukanya keran investasi asing melalui UU No. 1 Tahun 1967 sebagai regulasi penanaman modal asing di Indonesia.cengkraman imperalisme modern semakin kokoh pada saat Indonesia terkena badai krisis moneter, sebagai “efek domino” krisis ekonomi yang melanda Asia pada tahun 1997, karena krisis tersebut Indonesia menjalin kerja sama ekonomi dengan dana moneter internasional (IMF) untuk memperbaiki sistem perekonomian.Agar memperoleh kucuran dana dari IMF sebesar $ 178 juta dollar Indonesia diharuskan untuk menandatangani “Letter of Intens” dan “Memorandum on Economic and Financial Policies” tercatat 1.300 butir kesepakatan yang harus di tandatangani oleh pemerintah Indonesia. Seperti pemerintah Indonesia tidak boleh menolak segala bentuk yang datang dari Barat baik berupa barang produksi, investasi, maupun budaya, serta paket percepatan ekonomi dari IMF seperti pemerintah Indonesia harus mencabut berbagai subsidi untuk rakyat, melakukan privatisasi BUMN, dan mengucurkan dana obligasi rekap kepada sektor perbankan (BLBI).
Di bidang perekonomian cengkraman imperalisme modern melalui para kapitalis sangatlah kuat. Menurut Efendi Siradjudin pengamat migas 70 % Industri Migas di Indonesia di kuasai oleh Amerika, 20 % di kuasai bersama Inggris, Italy, Jepang, china. sedangkan Indonesia melalui Pertamina hanya menguasai 10 % saja. Selain di bidang migas kapitalisme juga menguasai bidang perekonomian lain dengan privatisasi Semen Kujang, Semen Gresik, Indosat,dan Bank-Bank Milik Negara.Sedangkan beban APBN semakin berat karena setiap tahun APBN harus menganggarkan Rp. 40 – 50 Triliun untuk membayar bunga rekap obligasi, akibat kredit macet para obligor BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) hingga tahun 2021.Dengan beban APBN tersebut maka kesejahteraan rakyatlah yang dikorbankan. Melalui kebijakan penarikan subsidi baik subsidi BBM(bahan bakar minyak) kesehatan, serta pendidikan, yang dalam UUD 1945 merupakan tanggung jawab negara sebagai negara kesejahteraan (welfare staats) untuk memberikan subsidi itu semua.
Pencabutan subsidi merupakan tujuan utama imperalisme modern. dengan pencabutan subsidi harga minyak akan melonjak dan pada saat harga minyak di Indonesia mendekati harga minyak dunia, maka para kapitalis akan membangun pompa-pompa bensin di Indonesia seperti Shell, Repsol, Castrol dll.Seperti yang mulai terjadi di Jakarta, di mana masyarakat lebih memilih pom bensin milik Shell di banding pom bensin milik Pertamina karena di nilai fasilitas dan pelayananya yang lebih baik,Kalau itu sampai terjadi di seluruh wilayah Indonesia maka siap-siap saja nasib Pertamina akan seperti nasib pasar tradisional yang tergilas oleh Supermarket-supermarket milik asing.
Pencabutan subsidi di bidang kesehatan akan berdampak mahalnya biaya kesehatan bagi rakyat,apabila itu terjadi maka tingkat kematian di Indonesia akan tinggi karena rakyat tidak mampu lagi untuk berobat.selain itu para kapitalis akan membangun rumah-rumah sakit di Indonesia,dengan fasilitas yang lebih baik dan budaya inlander rakyat Indonesia yang lebih memilih berobat ke luar negri selama ini akan membuat rumah sakit asing lebih akan di pilih di bandingkan rumah sakit nasional.Sedangkan pencabutan subsidi di bidang pendidikan tinggi dengan menerapkan sistem Badan Hukum Pendidikan(BHP) mengakibatkan biaya pendidikan akan tinggi sehingga yang dapat berkuliah hanyalah mereka orang kaya. Hal ini mengingatkan kita pada masa kolonial Belanda dahulu dimana yang dapat bersekolah hanyalah mereka yang berdarah biru (ningrat) yang notabene adalah orang kaya,akibatnya kualitas sumber daya manusia indonesia akan semakin menurun sehingga tingkat kebodohan dan kemiskinan akan meningkat.
Sebenarnya pemberian berbagai subsidi kepada rakyat bukanlah cara yang paling tepat untuk mensejahterakan rakyat.Cara yang paling tepat adalah dengan melakukan nasionalisasi sektor-sektor produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak,seperti yang di amanatkan oleh pasal 33 UUD1945 sehingga pemerintah dapat mengendalikan harga pasar bukan seperti saat ini dengan melakukan privatisasi (swastanisasi) yang mengendalikan harga pasar adalah para pemodal(kapitalis).Semua cara itu dilakukan oleh imperalisme modern untuk membunuh masa depan suatu bangsa yang pada akhirnya bangsa tersebut akan menjadi budak di negeri mereka sendiri.


YANUAR.A.PUTRA


Tidak ada komentar: